Jatuh Cinta Lagi
Ada semburat cahaya yang membuat malam-malam agak berbeda. Hujan yang belakangan ini tak henti mengguyur permukaan bumi meredam terang sinarnya menjadi tipis, semburat yang tipis namun mampu mengusir kabut yang beberapa waktu ini menyelimutiku. Jalanan lengang, aspal basah, titik-titik air yang berdiam di kaca masih menempel, semuanya meninggalkan jejak mistis sang malam yang tersisa. Aku matikan mesin mobil setelah mendapatkan lahan parkir yang nyaman, tepat di depan pintu masuk kafe kecil sederhana yang sama sekali tak menarik penampakannya. “Satu corona ,” ujarku pada pelayan kafe itu, seorang pria muda yang selalu melayani pelanggan dengan ramah tamah yang berlebihan, demi dianggap asyik dan tampak akrab dengan siapapun yang melenggang di area kafe kecil remang itu. “Sendiri aja, Mbak?” tanyanya sambil menarik lembaran menu dari atas meja depanku, lalu membetulkan posisi topi baseball merahnya. Aku tersenyum pendek, “ Nunggu ,” jawabku seadanya lalu mengambil telepon sel...