Posts

Showing posts from November, 2013

Dialog Tua yang Tak Usang

Dimuat di Femina, Edisi F35/September/2013 Aku menatap sofa merah tua di sudut ruangan putih ini. Aku masih ingat betapa ia menyayangi sofa itu, dan betapa ia bisa tenang sambil terpejam melemaskan seluruh badannya di atas bantalan lembut itu. Bahkan, aku masih bisa menggambar dengan jelas geraian rambut cokelat tuanya yang ia lampirkan dengan lemah lembut di bagian kepala sofa itu. Setiap pulang sekolah, atau setiap aku baru pulang dari kegiatan ekstrakulikuler, aku sering melihat ia berdiam diri di sana dan wajahnya terlihat tenteram. Jika ia sudah merasa cukup, ia akan bangkit dari sofa lalu menyapa dan memeluk tubuhku yang bau matahari. Namun, bau matahari yang panas itu mampu diredam oleh kehangatan tubuhnya. Aku sering menduduki sofa itu kala merindukannya, tiap ia pergi ke luar kota untuk urusan kerjaan, misalnya. Harum tubuh dan wangi parfumnya sudah melekat tak mau lepas dari permukaan beludru sofa merah tua yang sudah lekat dengan aroma tubuhnya, dan tak akan pernah bisa

[Ulasan Tempat] Klinik Kopi, Secangkir Terapi

Image
Setiap kata "ngopi" muncul, maka yang tersirat di benak kita adalah duduk bersama teman di sebuah kedai kopi sembari berbincang. Tapi kali ini, pengalaman saya menyesap kopi berbeda. Bagaikan pasien, saya harus membuat janji dan mengantre untuk bisa menikmati secangkir kopi di Klinik Kopi. Berawal dari keinginan kakak saya untuk membeli biji kopi khas Jawa, kami berdua lalu mencari tahu soal tempat yang menjual biji kopi di Yogyakarta. Dari beberapa pilihan informasi yang kami peroleh melalui internet dan rekomendasi teman saya, Kartika Pratiwi, maka Klinik Kopi langsung menjadi destinasi utama kami. Hal ini tak lain karena tempat tersebut memiliki informasi terlengkap seputar biji kopi di antara pilihan tempat lain yang kami dapatkan. Selain itu, jujur saja, judul "klinik" berhasil memancing rasa ingin tahu kami lebih dalam soal konsep tempat ini. Melalui informasi yang tertera di laman resminya ( www.sindorogreenbean.com dan www.klinikkopi.wordpress.com ), k

Kemelut Keraton

Prihatin. Kata ini sungguh tepat untuk menggambarkan pandangan saya terhadap apa yang terjadi di tubuh Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Konflik internal keraton sudah menjadi konsumsi publik dalam hitungan tahun, dan malah makin runcing belakangan ini. Saya pikir rekonsiliasi yang sudah terjadi antara "raja kembar" beberapa waktu silam merupakan penyelesaian dari pertarungan kuasa di dalamnya. Tapi nyatanya tidak. Runyam.  Tidak bisa dipungkiri kalau eksistensi Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tidak bisa disejajarkan dengan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang masih berlaku sebagai pemerintah DIY. Namun, satu hal yang tidak bisa dihindari oleh keraton pewaris takhta Mataram ini adalah: perannya sebagai pusat pengetahuan dan keberlangsungan budaya Jawa. Sebagai cagar budaya, warisan kebudayaan, dan satu wujud pengetahuan yang harus dilestarikan. Ini yang menjadi keprihatinan nomor satu saya. Lupakan peran politik keraton yang sudah lama tidak berlaku

Generasi Transisi

Kemarin, saya pergi ke Solo bersama kedua orang tua saya. Kami berangkat dari Yogya sekitar pukul 11.00 dan saya, seperti biasa, berlaku sebagai sopir. Ketika sudah memasuki Kabupaten Boyolali, saya melihat satu rumah warga yang berdiri di pinggir jalan dan terapit sawah di sekelilingnya, tidak ada rumah lain. Ayah lalu berkomentar soal alasan rumah-rumah di pinggir jalan itu miring, alias tidak menyiku 90 derajat dari jalanan (wajarnya, wajah rumah tampak rata jika kita lihat dari depan jalan), hingga ayah bernostalgia soal lahan sawah yang makin terkikis. "Bayangin, suatu hari nanti sawah-sawah di sini akan lenyap oleh bangunan," katanya. "Ayah dulu masih merasakan kehidupan desa, tanpa listrik. Masih ingat betul bagaimana alam itu (dalam benak ayah)," katanya lagi. "Kasihan, ya, generasi kamu tidak mengenal alam," ujar ayah yang langsung saya potong, "Aku masih, dong, Yah. Generasi setelah aku baru bisa jadi tidak mengenal alam lagi," korek