Posts

Showing posts from 2014

Balada Komitmen

Cerpen Dua pasang mata saling menatap. Di tengah keriuhan malam yang riang hawanya, kita kembali bertemu setelah sekian lama hidup di jalan dan tempat yang berbeda. Tidak ada yang memaksa kita untuk berpisah. Ini hanya salah satu bagian dari proses alami kehidupan yang dulu sering kita kutuk bersama: “perihal menjadi dewasa”. Tatapan mata kita kerap diselingi oleh picingan mengamati, mendengarkan, atau sorot penuh asumsi. Kita tak bisa menghindari berapa kali saling menebak, merasa masih saling mengetahui kehidupan satu dan yang lain. Padahal tidak. Nyatanya, banyak persoalan hidup yang sudah terlewati dari pengetahuan masing-masing. Tatapan mata kita juga tak jarang diramaikan oleh kerut bahagia, kerut tawa penuh rasa geli di saat bertukar bermacam kisah. “Aku masih sulit percaya,” ujarmu sambil menggelengkan kepala tanda takjub. “Sulit percaya bagian mana?” imbuhku. Kamu menghela napas lalu terkekeh, “Ini... Kita... Sekarang,” katamu. Aku spontan terkekeh pula, “Hidup,” k

Avowal

I resign from the altered world here; pull myself back onto the ground where I can stand. Through the eyes I witness what lies before us. All.  I stop to wander among the mannered; drown myself apart from the clown. Inside my mind I find a peace, acknowledge that somewhere deep down, there is a crave to showcase ego. The ego that is of no use. I divert to reality; I convert the crave; I revert to the worth. That is world. *we can not simplify the universe into some codes*  [Makassar, 12 & 17 Sept 2014]

[DRAFT]

"Seperti apa rasanya?" tanya lelaki di depanku, menatap lekat batang hidungku yang dingin. Melekatkan razia tatapannya ke seluruh penjuru wajahku yang kaku. Tidak peduli dengan tatapan yang menelanjangiku, aku teguk dalam-dalam rasa yang kupaksa larut bersama air putih dari gelas hijau ini. Aku sibuk menata ingatanku, tidak hanya lima jam barusan, tapi lompat mundur pada masa-masa sebelumnya, di mana rasa yang eksis ini tidak pernah unjuk gigi. Sejenak, aku menatapnya, lelaki di depanku, yang wajahnya melongo penasaran menanti jawaban. Tidak aku hiraukan, aku memilih larut ke dalam eksistensi kenangan dan masa depanku, kiniku. Kamu. Siapa kamu, ya? Omong-omong, aku pun tidak begitu jelas mengenalmu, hanya melalui dunia maya kita bertegur sapa, berbincang ngalor-ngidul tak tentu arah, lama-lama liar membabi buta, berujung pada pola membebaskan segala bebat moral dan nilai yang sudah difatwakan, oleh pengetahuan. Ya, karena dunia tidak pernah memfatwakan apapun kecuali hukum

Selamat Istirahat, Tana

Image
"Kasihan, dia sudah tidak bisa melompat ke atas kursi itu lagi," kisah Mama, tahun lalu. Waktu itu saya sedang pulang ke rumah di Balikpapan, yang juga telah menjadi rumah Tana, anjing piaraan kami, selama sekitar 13 tahun. Mendengar ujaran Mama, saat itu saya baru sadar bahwa anjing ini sudah lanjut usia. Ia telah menghuni rumah kami semenjak saya masih kelas 1 SMP, hingga saya lulus sekolah, pergi melanjutkan kuliah ke Bandung, lulus kuliah, bekerja, dan menikah. Ia juga telah mengalami berbagai fase yang terjadi di rumah itu. Mulai dari saat empat tuannya masih tinggal bersama di sana (kakak perempuan saya sudah merantau ke Bandung saat itu), lalu satu per satu dari kami meninggalkan rumah itu; kakak laki-laki saya kuliah ke Jogja, saya ke Bandung, ayah pindah ke Jogja setelah pensiun, mama menyusul ayah ke Jogja setelah pensiun lima tahun setelahnya, hingga sampai kakak laki-laki saya kembali bekerja di Balikpapan dan menjadi majikan satu-satunya bagi Tana. Bal

Mencatat

Ada yang pernah bilang (kurang lebih) seperti ini, “Ide itu bagaikan sayap. Jadi harus segera ditangkap ketika menghampirimu.” Saya lupa di mana dan kapan saya membaca kalimat tersebut, serta siapa pencetusnya (kalau ada yang tahu, mungkin boleh langsung memberitahu saya). Yang jelas, saya merasa kalimat ini sangat sesuai dengan kondisi yang belakangan ini terjadi. Ide tidak pernah bisa ditebak atau dipancing kemunculannya, malah terlalu sering lepas dari ingatan. Saya ingat beberapa kali saat hendak tidur, kepala ini dipenuhi oleh ide-ide soal karakter, alur, konflik, hingga akhir sebuah cerita. Sayangnya, saya terlalu menyombongkan diri dengan berpikir, “Ah, besok pasti ingat. Langsung tulis saja,” begitu. Nyatanya? Keesokan harinya, hanya beberapa potongan dari keseluruhan ide sebelumnya yang masih tinggal dalam pikiran saya. Kejadian di atas yang berulang-ulang saya alami bikin otak ini tidak tenang. Ketika saya berkutat di depan laptop untuk mencoba menuangkan ide ke dal

Nihil

Cerita Pendek "Kenapa kamu tidak bilang saja bahwa aku salah?" tanyamu. "... Apa itu yang kamu inginkan?" aku balik bertanya, malah jadi bingung. Kamu terdiam, lalu menghela napas. Napas yang berat bunyinya. "Nggg... Rasanya bakal lebih mudah untuk kudengar," katamu, tersirat pula rasa bingung di sana. "Aku terbiasa dinilai," ujarmu. Kedua mata kecil itu meredup, pelipismu menegang dan air mukamu penuh riak keresahan. "Bagiku, akan lebih mudah untuk dinilai salah, benar, kurang, terlalu, atau lainnya, agar aku bisa menentukan sikap untuk mengatasi hal itu. Sedangkan kamu, kamu tidak pernah menilaiku. Kamu selalu mementingkan apa yang aku rasakan dan inginkan. Belum pernah ada yang begitu." Aku latah menghela napas. Antara menyesal dan menjadi lega, keduanya campur aduk. "Aku cuma ingin kamu sadar kalau tidak ada satu orang pun di dunia ini yang sanggup mengerti perasaan orang lain sepenuhnya. Masing-masing manusi

Bercabang

ini bukan tentang salah atau benar, ketika rasa timbul bukan karena sadar  ketika ikatan dijalin karena wajar dan semua terbina tanpa binar lalu banyak yang bilang salah, katanya ini mengkhianati sebab sudah ada batas polah tak boleh ada yang disakiti padahal mereka tak mengalami, bahkan sedikit yang mengamini agar ia benar-benar terberkati dan bisa jalani yang terhakiki rasa itu hakiki! tapi... rasa memang tak mulus kebanyakan waktu ia bulus juga menggerogoti secara halus ini bukan tentang salah atau benar, namun rasa itu merdeka satu di muka satu tak kunjung pudar maka rasa diperkosa norma, dan norma mencipta dogma bahwa benar lebih baik dari terus-terang; maka rasa disiksa malang seiring waktu menghitung, suka tak kunjung dipulung duka tak usai bersenandung ...ia berkabung, untuk cinta sejati yang buntung. *terinspirasi dari quote Johnny Depp tentang "dua cinta", di kamar mandi & di bali

Quote

Image
Paulo Coelho, The Witch of Portobello , page 227.

Daughter - "Get Lucky" (Daft Punk cover)

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra

Image
Ia adalah seorang penulis yang mampu menyentuh sisi terdalam manusia, sanubarinya. Bahkan tak sebatas menyentuh, tapi Paulo Coelho juga selalu berhasil membangkitkan kesadaran batin pembaca melalui caranya berkisah soal kehidupan. Setidaknya, seperti itu bagi saya sebagai pembaca karya-karya penulis asal Brazil ini. Manuscript Found in Accra , novel terbarunya di 2013 lalu bagaikan rangkuman sebuah kitab yang berisi filosofi kehidupan manusia; dan memang begitulah nyatanya. Novel ini mengambil sudut pandang seorang narator tanpa nama yang bertemu anak dari seorang arkeolog Inggris, Sir Walter Wilkinson. Pada 1974, Sir Walter menemukan manuskrip yang ditulis dalam Bahasa Arab, Ibrani, dan Latin. Manuskrip ini diketahui berasal dari Accra, sebuah kota di luar teritori resmi Mesir, dan ditulis pada 1307 AD. Anak Sir Walter mengirimkan salinannya kepada sang narator yang kemudian menulis ulang manuskrip tadi ke dalam versi Bahasa Inggris. Cerita berjalan ke masa lalu, menuju

Dreamers

Now you see: what you thought was yours could never be had. Take a look around, try to understand that it’s a game that you’ll never hold onto very long.Where we are isn’t just a place where everything remains ( Savoir Adore : Dreamers) This world did not just happen.  

Revealing Chopin's Fantasie-Impromptu

Years ago, my piano teacher (Mrs. Tjin Tjin, Ng) performed this composition on one of our annual recital in Balikpapan. As far as I can remember, that was the time when I fell in love with this piece. It was not only about the sound, but the whole performance; how it was being played. Since then, I had always been dreaming that one day, I would be able to play it. Well, apparently, I still do. This Improptu by Chopin brings some kind of mysteries to my ear and to my senses. So, it's relieving to find a video that tells the history of this renowned "Improptu No. 4 in C-Sharp Minor, Op. 66" or popularly known as "Fantasie-Improptu". Paul Barton: Chopin 'Fantasie-Impromptu' - History & Tutorial Makassar, January 24, 2014

Touched by an Angel

Monica witnessed a bombing that exploded an office building across the street, while she was having a conversation with her two angel friends. In that very shocking moment, she—along with the other two angels of God—abruptly run toward the building and hysterically cried for what they had just seen. It turned out that the horrible scene she saw had frustrated her and, at the same time, shaken her faith to God. She thought that learning to use heart to feel was no use for angels, since it was only made to be broken; a very human thing. Later, Monica wandered alone and unexpectedly, questioned about God’s will, her faith and principle as an angel. Then there she was visited by a man—that later she recognized as no ordinary mortal, but satan—who offered her another choice of living by becoming a human. At the beginning of their conversation, she explained her reason of frustration and why the bombing had brought her such a misery to the human form of the satan, “I am h