Posts

Showing posts from 2011

Layang-layang Hitam

Image
Aku berlari sekencang mungkin, tanpa menoleh ke belakang dan tak peduli dengan napas yang makin terengah-engah cenderung hampir habis ini. Tak ada udara tersisa yang bisa aku hirup karena semua menabrak permukaan kulit wajahku, perih rasanya. Jalan di depan masih tak ada ujungnya, namun selama kulihat jalan masih beraspal, aku akan terus mengayuh kakiku melawan udara dan terus melihat ke depan. Tak tahu berapa meter atau kilometer sudah terlampaui, apa yang aku inginkan hanya segera menjauh dari langkah pertama kakiku menjejak tadi. Gelegar di langit terasa makin mendekat, angin-angin meniupkan dedaunan yang menempel di betis telanjangku dan membuat aku sadar makin lama makin berat dan habis napasku. Image source:   here Lariku memelan dan tenagaku terasa makin habis, tubuh ini sudah menurun dayanya setelah mati-matian aku mengurasnya selama beberapa lama tadi. Ada sebuah pohon tak jauh dari tempat aku berpijak terseok-seok kini, tanganku memegang perut dan dada yang sak

Jatuh Cinta Lagi

Ada semburat cahaya yang membuat malam-malam agak berbeda. Hujan yang belakangan ini tak henti mengguyur permukaan bumi meredam terang sinarnya menjadi tipis, semburat yang tipis namun mampu mengusir kabut yang beberapa waktu ini menyelimutiku. Jalanan lengang, aspal basah, titik-titik air yang berdiam di kaca masih menempel, semuanya meninggalkan jejak mistis sang malam yang tersisa. Aku matikan mesin mobil setelah mendapatkan lahan parkir yang nyaman, tepat di depan pintu masuk kafe kecil sederhana yang sama sekali tak menarik penampakannya. “Satu corona ,” ujarku pada pelayan kafe itu, seorang pria muda yang selalu melayani pelanggan dengan ramah tamah yang berlebihan, demi dianggap asyik dan tampak akrab dengan siapapun yang melenggang di area kafe kecil remang itu. “Sendiri aja, Mbak?” tanyanya sambil menarik lembaran menu dari atas meja depanku, lalu membetulkan posisi topi baseball merahnya. Aku tersenyum pendek, “ Nunggu ,” jawabku seadanya lalu mengambil telepon sel

Buildings & Mountains

Performed by The Republic Tigers and good to know that musicians are born to be one of the existentialist kind. I ask the same meaning as they did while they've already throw it all into one good piece and sang it, accidentally represented my quest in mind. Enjoy the lyric and video below:   We've been waiting all our lives For things we've always had But have no eyes to see. Something new is going to happen, The most natural thing But nothing we'd expect. All these buildings and mountains, Slowly they'll arise Before our eyes. How do cities understand? We drink our wine, and wonder why we're really here. Whats the point of even asking? We take the good and bad And make the best of it. All these buildings and mountains, Slowly they'll arise Before our eyes. Have you watched the cities move? Does nature fall before This age of industry? For today I'll let it go You've been good to me, Have

Temuan

Menahun tidak akan pernah ada artinya jika sesuatu hilang dari hitungan detik dan hari yang berlalu. Makna dan momen adalah dua hal penting yang mengingatkan saya mengenai dua jenis penelitian: kuantitatif dan kualitatif. Walaupun saya juga tidak tahu mengapa otak saya terkoneksi dengan dua hal ini, tapi yang jelas saya merasa sedang berada dalam penelitian kualitatif kali ini. Tidak ada yang mampu memberikan jawaban mutlak atas temuan kemarin, hari ini, atau malam nanti, hingga saya menemukan data lainnya yang bisa mendukung atau menyanggah simpulan berikutnya. Setelah itu, barulah saya bisa menentukan apa yang sebaiknya harus diambil untuk melangkah. Bersabar pada temuan berikutnya hingga saya merasa cukup memiliki data-data yang bisa menyusun jawaban atas penelitian ini. Penelitian ini sepertinya akan memakan waktu yang panjang, namun tanpa kemampuan untuk menemukan jawabannya. Data yang telah terkumpul hingga detik ini masih stagnan, hingga saya harus berhati-hati untuk melangkah

Menyerah

Ketika semua kata mulai menjadi basi dan tidak berguna, apa yang sebaiknya dilakukan? Mungkin diam. Ketika diam perlahan menjadikan segala sesuatunya hambar, apa yang sebaiknya dilakukan? Mungkin beraksi. Ketika aksi tidak bisa diwujudkan, apa yang sebaiknya dilakukan? Mungkin hanya ada satu, menunggu. Ketika tidak tahu harus menunggu sampai kapan, lalu bagaimana? Ya sudah, terima saja.***

Birdy, Penyihir Hitam Musik

Image
Pertama kali saya jatuh cinta dengan gadis ini adalah ketika mendengarkan lagu ‘Skinny Love’ karya Bon Iver yang dibawakan dengan versinya sendiri, hanya ditemani iringan harmonis piano dari jentikan jarinya. Birdy, saat itu juga menarik perhatian saya untuk terus menyaksikan video klip sekian lagunya di Youtube , lalu, seratus persen yakin, saya langsung menjadikan gadis bernama asli Jasmine Van Den Bogaerde ini sebagai salah satu musisi perempuan favorit saya. Penampilannya dalam 'Skinny Love' ‘Skinny Love’ versi Birdy jauh berbeda dengan karya asli Bon Iver. Tidak ada unsur menjiplak, melainkan benar-benar mengubah aransemen dan menciptakan nuansa yang jauh berbeda pula. Konsep video klip yang sederhana dan dibalut tone warna yang gelap, di mana gadis berambut ikal ini memainkan sebuah grand piano sambil mengenakan gaun berwarna broken white dengan rambut yang digerai berantakan, ia berhasil membangun nuansa gelap dan mistis dari keseluruhan kemasan musiknya. S

(Sedikit) Tentang Si Hidup

Image
Hari yang baru tidak selalu berarti adanya hidup yang baru. Saya jadi teringat satu lagu yang tergolong lawas, “A New Day Has Come” yang dinyanyikan oleh Celine Dion. Di awal 2000-an, lagu beserta video klip satu ini termasuk yang saya tunggu-tunggu di MTv . Sebait lirik lagu yang dilantunkan penyanyi bersuara jernih ini: Let the rain come down and wash away my tears Let it feel my soul and drown my fears Let it shatter the walls for a new new sun... A new day has come image: here Kata esok selalu identik dengan ‘menyongsong’, dengan harapan baru, dengan adanya hal berbeda yang akan ditempuh. Tapi, nyatanya, jika menggali lebih dalam lagi, tidak selamanya pergantian hari menjamin adanya hidup baru. Saya tidak berkenan menyamakan konteks ‘hidup’ di sini, tapi satu hal yang saya petik sedikit dari sebuah renungan singkat adalah: hidup lebih dari napas yang berembus. Itu adalah satu nilai terbesar dari pergantian detik, menit, jam, hingga hari, bahwa kita masih diberikan nap

Etalase Rindu

Ada begitu banyak luapan emosi yang lama tak tertuang di sini. Satu hari berganti dan terus berlari, aku sengaja tak sengaja memendamnya. Rasanya memang mustahil, mengingat aku bukan tipe orang yang biasa membiarkan rasa mengendap di dalam hati dan pikiran, tapi aku terlalu larut merasa hingga tak kuasa mewujudkan apa kata hati. Aku tak ingin mengendapkan rasa karena akan lama ia berlalu, hingga ujungnya hanya ada keluh kesah mengenai waktu yang tak kunjung tiba. Biar kelincahan ini jadi kaku, tapi jangan khawatir ia akan membeku. Lahar rindu masih lebih panas dan mampu mencairkan kabung yang membeku, karena jarak.  Begini sayang, bertahun-tahun yang lalu aku begitu fasih mengungkap duka ke dalam etalase kata yang menari sendiri tanpa aku rencanakan. Jika kini aku rehat dan buntu, maka ia bukan duka, bukan? Ah, itulah dia, nikmatnya sibuk merasa. Apapun tentang kamu makin lama semakin membumbung tinggi melebihi bukit manapun yang pernah hati ini jelajah. Satu waktu aku umumkan bahwa ja

Makna Bukan Selebrasi

Image
Sungguh waktu yang kilat, semua datang dan berlalu dengan keterburu-buruan. Sungguh waktu yang membuatku merasa kurang, seandainya kini adalah empat tahun lalu, sayang, aku yakin hari ini dan tadi malam akan terasa lebih mudah. Aku akan mencoba mengamini keinginanmu yang kau utarakan siang tadi, bahwa kau tidak ingin melakukan "basa-basi ulang tahun". Baiklah, aku tidak akan membahas berapa umur yang kau peroleh hari ini, atau selebrasi apa yang telah kau lewati. Aku sudah tahu bahwa sore tadi kau berharap aku datang untuk setidaknya bersamamu melalui hari ini, namun hanya kata maaf yang mampu aku ucap sebagai pengganti segalanya. Bahkan sebagai pengganti memori tentang hari denganmu yang selalu penuh makna. Makna rindu, makna mengasihi, makna menerima, makna memberi, makna memiliki, atau terkadang makna kesal ketika aku mendapatimu begitu keras kepala dan kritis pun sebaliknya. Di atas segala selebrasi ulang tahun yang tidak kau indahkan tapi aku yakin kau harapkan (dan m

Botol Waktu

Satu botol bir adalah penghiburmu. Setelah kuingat-ingat dengan saksama, kamu terbiasa untuk menggenggamnya di malam-malam kita bersama. Satu, dua, tiga sepertinya kurang untukmu, dan aku hanya akan duduk mengamati gerak-gerik kamu yang berpindah dari meja bundar kita, menuju bar, bercengkerama, lalu kembali ke meja ini dan memelukku. Kuhisap batang cengkeh ini dan kamu menenggak satu dua teguk dari mulut botol hijau itu. Aku pikir botol itu adalah jimatmu, mungkin jimat yang membuat tanganmu rileks sehabis penat bekerja. Kau terus menggenggamnya, sesekali memutar-mutar botol itu di genggamanmu, lalu kau teguk dan kembali kau mainkan. Aku duduk, menyesap manisnya batang ini dan kuembuskan napasku yang terbang membentuk tarian asap yang meliuk. Melihat, mengamatimu adalah satu hiburan bagiku. Seharusnya hal itu biasa saja, tapi kondisi kita tidak biasa bagiku, tepatnya sungguh kubenci. Itulah mengapa sering kita habiskan waktu untuk diam dan bertatap saja, terlebih di tengah k

Sarisha

Cuaca sama sekali tidak bersahabat untuk menjadi ‘terang’ atau ‘cerah’ pun ‘ceria’. Sentakan-sentakan makin memadat dan menjadikan kini tidak bersahabat. Segala kewajiban akan aksi disongsong hanya dalam rangka untuk membuat hari menjadi penuh, menghilangkan ruang kosong dalam pikiran, agar tidak ada lagi keresahan yang bisa membuat air muka ompong. Sialnya, air muka tidak pernah berhasil berbohong, mungkin jika berhasil, hanya selama sedetik. Gadis itu datang, dengan figur yang tidak jelas. Ia tidak cerah, ia pun berusaha untuk menutupi mendung dari dirinya agar tak ada yang tahu, bahwa ia kelabu. Tapi, ia memilih datang padaku dan ini semakin menguatkan dugaanku akan kepincangan dan kebimbangannya. Sejenak aku mengamati air muka itu. Lonjong dan tampak segar, hanya saja matanya tampak lelah. Bukan hadirnya kantung mata dan lingkar hitam, tapi sorot matanya layu. Ia balas menatapku, tidak menunjukkan ketakutan, justru ia memancarkan energi penasaran yang sungguh besar. Ia tampaknya

Semalam Tentang Rasa

Mengingat lalu, mengunyah usah Datanglah kemari, Perlahan, Tak perlu kau berlari, Membasuh muka, pertanda buka Jelanglah pagi, Perlahan, Hendak melangkah pergi, Meredam riuh, menelan gemuruh Kenali malam, Perlahan, Syahdunya belum tentu buram, Mungkin mataku hanya belum mampu raba penglihatanku. Kita serba tak tahu, pun tak pasti. Seperti apa indahnya jatuh cinta pun kita tak tahu, apakah kita sedang jatuh terhadap cinta satu sama lain? Bila memang iya, mengapa semua terasa indah saat kita tak saling memiliki? Bukankah itu indahnya cinta? Untuk bertanya, bagaimana rasanya memiliki. Bandung, 3 Februari 2010

(Saya Ingin Tahu) Pengaruh Musik terhadap Desain Bangunan

Pernahkah kamu mengalami fenomena pribadi seperti ini: ketika kamu sedang duduk di atas jok kendaraan sambil melamun dan mendengarkan musik, ada koneksi yang tercipta antara lagu, pikiran, dan apa yang kamu saksikan dari balik jendela kendaraan. Koneksi itu lalu menjalin garis-garis tersendiri dalam imajinasimu dan tiba-tiba kamu sedang menciptakan sebuah desain bangunan dan musik adalah stimulan yang membangunnya. Saya sering. Terakhir kali pikiran ini terancang dengan nyata ketika saya sedang menumpangi travel yang mengantar saya dari Jakarta ke Bandung. Sore hari, saya duduk di bangku paling belakang dan yang saya lakukan sepanjang jalan hanyalah memandangi alam di luar yang sudah saya lewati entah berapa kali, sambil mendengarkan musik melalui earphone yang merekat di kedua telinga saya. Sebenarnya saya sungguh berharap untuk menghabiskan waktu perjalanan dengan tidur, tapi apa boleh buat ternyata saya tetap terjaga. Satu demi satu lagu berganti dan pandangan saya terus terpaku ke

Tentang Sebuah Hubungan

Image
Kata orang, cerita cinta yang pernah dilalui seseorang turut menempa kepribadian orang tersebut dalam rangka menjalani hidup. Kata pengalaman, cerita cinta yang pernah dilalui seseorang membentuk satu persatu watak dan pembelajaran dalam mengambil keputusan atau menetapkan langkah. Ada pula yang bilang bahwa kita sebagai manusia tidak akan pernah belajar tentang bagaimana rasa sakit sesungguhnya dan sulitnya bangkit dari keputusasaan jika belum pernah mengalami patah hati atau sakit hati. Terdengarnya berlebihan, tapi opini macam itu memang pernah saya dengar. Benar atau tidak, sedikit banyak saya pernah mengalami hal serupa dan pengalaman nyatanya memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjadi lebih kuat untuk diri sendiri melalui kisah asmara pahit yang menorehkan luka busuk di hati. Tampaknya besar sekali peran kisah asmara yang dialami seseorang terhadap bagaimana ia akan menjalani hidup. Saya pernah berpikir, secara tidak sengaja, lebih tepatnya terinspirasi dari lirik lagu

Tentang Pertemanan

Belakangan ini otak saya sering menghubung-hubungkan beberapa mitos yang sering saya dengar, mengenai menjadi dewasa. Kalimat-kalimat seperti, “We’ll always end up alone” atau “Pada akhirnya hanya akan ada beberapa teman yang tersisa di sisimu, dari sanalah kau tahu siapa yang benar-benar seorang teman,” dan lainnya. Mungkin di antara kalian juga ada yang sering menulis, berpikir, mendengar, mengalami, mengamini, dan bergelut dengannya. Kebanyakan dari mitos-mitos melalui kata mutiara/peribahasa/kata bijak ini saya dengar dalam fase—yang kata mereka fase ‘menjadi dewasa’—tepatnya masa-masa sekarang. Masa di mana tidak ada lagi ikatan resmi yang mengondisikan saya dan teman-teman saya bertemu secara rutin seperti pada masa sekolah hingga kuliah.  Jujur saja, isu satu ini merupakan titik yang berat. Ketika angkatan saya mulai memasuki masa kelulusan dan satu persatu pergi, seringkali saya dan teman-teman saya itu mengekspresikan kerinduan satu sama lain

Perihal Menjadi Sarjana Hari Ini

Image
Menyelesaikan kuliah dan menyandang gelar Sarjana adalah tujuan akhir yang pasti ada di benak mahasiswa. Ketika masih berada di tingkat awal perkuliahan, rasanya masuk akal untung merancang timeline mengenai berapa lama lagi tahun yang tersisa untuk mengejar gelar tersebut. Sayangnya, hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan rasa yang dihadapi ketika kamu menjadi mahasiswa tingkat akhir.   Saya ingat ketika masih berada di masa awal-tengah perkuliahan, berarti sekitar 2006-2008. Sudah terancang dalam otak saya kalau saya pasti mampu menyelesaikan kuliah tepat waktu, yaitu empat setengah tahun, yang sebenarnya adalah tergolong cepat untuk anak-anak jurusan Jurnalistik Fikom Unpad. Yah, begitulah memang manusia, idealis dalam imajinasi dan rencana, namun penuh tabrakan dan benturan dalam praktik. Sayangnya, saya termasuk ke dalam golongan manusia yang sulit mengelak pengaruh faktor eksternal yang memengaruhi jalannya rencana berubah ke sana ke mari.

Wounded Heart

Suhu Bandung malam ini terpantau 21° Celcius, demikian yang  terbaca di halaman utama mikro blog populer ini. Sejak sore hujan mengguyur seluruh wilayah Bandung secara bergantian, tadi siang deras di wilayah Barat, kini Bandung Timur sudah kuyup. Tetes-tetes air hujan memenuhi kaca depan mobilku, membuat pandangan buram, hanya tampak buliran bening berwarna kuning akibat diterpa biasan lampu jalan dan kendaraan yang lalu lalang. Suara “cetak cetuk” lampu sen semakin mengganggu hingga akhirnya kuhentikan saja. Udara dalam mobil begitu dingin menusuk hingga kutarik lengan jaket yang tadinya tergulung hingga siku sampai menutupi pergelangan tanganku. Hufff.... Kuhela hembus napas yang berat, terasa tak tentu, serasa mengembuni paru-paruku seperti embun hasil pertarungan suhu mulai melapisi kaca-kaca mobilku. Diam dalam kesendirian diriku di balik kemudi, latar suara Morrissey yang sengau melantunkan ‘ Let Me Kiss You ’  menguasai ruang tertutup yang

Kali Pertama Aku Mengantar Kamu

Image
Bandara Soekarno Hatta biasanya menciptakan makna ‘pergi’ bagi saya. Kebanyakan waktu saya berlaku sendiri saja, menjelang keberangkatan yang kebanyakan waktu tanpa pengantar. Sore ini saya menjejakkan kaki di sana tanpa bagasi, bukan dengan menumpangi kendaraan umum yang biasa mengantar saya dari Bandung ke bandar udara, karena kali ini saya tidak melakukan ‘pergi’ yang biasa itu. Pukul lima sore, 27 Februari 2011, saya berlaku sebagai pengantar, mengantarkan dia sampai ke pintu masuk terminal 2F yang dalam hitungan waktu setelah baggage scan akan membuat saya dan dia kembali berada di dua tempat yang terpisah, Balikpapan-Bandung, Kalimantan-Jawa, demikianlah. Pacar saya kembali ke tempat ia berkutat dengan kalkulator besarnya dan mencari nafkah di Balikpapan setelah menghabiskan lima setengah hari bersama saya di Bandung. Ia akhirnya melakukan kunjungan pertamanya untuk saya ke Bandung dalam rangka turut menghadiri selebrasi pelantikan saya sebagai seorang sarjana Rabu lalu. Lima

tarikmenarik

Sedikit bercerita tentang sesuatu yang saya coba abstraksikan di sini. Mau merasa bagaimana di hari mendatang? Ketika datang sesuatu yang sebenarnya bisa membuat diri senang dan lega, sebuah seremoni atau orang atau kiriman yang bisa membuat diri bersemangat, lalu malam tiba dan meniupkan suara ke daun telinga, "Apa rasanya?"   Termangu sendiri dalam kesibukan yang tak tentu, atau cuma mengaku sibuk, terserahlah. Pertanyaan itu terus datang dan seolah meminta kepastian serta konsistensi dari perasaan, "Senang atau sedih?" "Pilih satu dong!" Terus begitu, menuntut, merengek, memaksa, dan tidak mau mendengar kata "Terserah," Oh, jangan katakan hal itu, karena indera perasa akan terus-terusan membuntuti kemanapun pikiran melambung.   Kombinasi yang setara antara dua perasaan yang saling bertolak-belakang mengakibatkan bias rasa. Ketika ada yang bertanya, saya malah bertanya pada diri sendiri untuk menentukan jawaban dari 'yang mana' tersebu

D 1373 FZ

Image
Pertama kali saya mendapat kuasa sepenuhnya untuk duduk di balik kemudinya sekitar nyaris lima tahun yang lalu. Pertengahan 2006 kalau tidak salah, mobil hijau ini setia menemaniku menyusuri jalanan kota ini hingga kota lainnya. Bukan hanya kota malah, tapi hampir setengah sudut-sudut Jawa Barat yang pernah kujamah. Jatinangor dan Bandung telah menjadi rumahnya, ia telah menjadi rumahku, dan tanpa keangkuhan, ia telah menjadi tuan rumah bagi siapa saja yang menumpang dan membawa saya dan mereka setiap berpetualang. Bukan saja barang-barangku yang setia berdiam di dalamnya, tapi juga barang-barang banyak orang yang terkadang lupa atau memang sengaja ditinggalkan. Sepertinya ia sabar-sabar saja menampung semua barang maupun sampah yang membuat dia sering dikasihani orang-orang karena terlihat kumuh. Jahat juga rasanya, saya jarang memandikannya, sehingga ia sering tampak tidak segar ketika bertarung di jalan. Bagaimanapun, saya selalu percaya dengan ket

Berkorban

“Harus ada yang dikorbankan,” katamu. Dua bola mata itu menatapku tajam, menemukan celah keresahan yang kau tahu selalu menghantui. Terkadang aku takut untuk mengutarakan kepadamu, tapi pada akhirnya aku akan selalu bilang, walaupun kata-kata yang keluar tidak sepenuhnya seperti yang telah kurancang dalam otak. “Lima tahun berjalan, masalah ini masih belum menemukan titik temu,” katamu sambil menenggak bir dari botol hijau yang dingin itu. Aku mendesah, “Iya, aku pun tahu itu,” kataku sambil membetulkan posisi duduk. Kamu mengangguk, menggenggam tanganku, “Kamu tahu aku tidak pernah berkeinginan untuk menghambat apapun dalam hidupmu, ya kan?” Menelusuri kedua binar matamu yang terang itu selalu membuatku larut sekaligus segan. Aku tahu benar kamu adalah orang paling suportif yang aku miliki lima tahun terakhir ini, sampai pada jenjang yang menjadi pertanda hidup baru kita, nanti. Sudah banyak naik turun yang kita lalui, sudah beribu diskus

Serakah

Lama tak bersua, aku sedikit lupa dengan udara sore di sini. Cukup dua jam menikmatinya sendiri di ruang terbuka seluas 2x1,5 meter persegi, sedikit-sedikit aku bisa ingat dan merasa akrab dengannya lagi. Baunya segar dan dingin, campuran aroma tanah dan rumput yang basah, suaranya timbul dari libasan kendaraan bermotor di aspal yang tergenang, menciprati siapa yang tak siaga di pinggir jalan. Warnanya hijau tua, cokelat kusam dan keriput, abu tua mengkilap, serta kelabu yang membuat kabut di ruang udara yang menggantung dan mengawang. Hujan yang rakus telah merenggut energi untuk bergerak lalu mengubahnya jadi renungan yang diam. Semua orang malas beranjak kala hujan, mata malas melihat, otak malas memikirkan yang rumit, dan aku malas mengontak salah satu atau dua dari mereka untuk menemaniku di sini. Bukannya apa, aku yakin mereka malas untuk bepergian di kala cuaca seperti ini. ‘Mager’ alias malas gerak adalah satu kondisi yang paling sukses di

Catatan tentang Balikpapan #1

Image
Tiga minggu berdiam di kota yang selalu ramah dengan mataharinya menggelitik saya untuk sedikit bercerita tentang Balikpapan, kota asal tempat saya lahir dan tumbuh. Lima tahun saya sudah meninggalkan kota di bagian timur Pulau Kalimantan karena alasan akademis yang menerbangkan saya ke belahan barat Pulau Jawa, Bandung alias Jatinangor tepatnya. Waktu-waktu menikmati Balikpapan hanya saya dapatkan paling tidak dua kali dalam setahun dan di akhir 2010 hingga awal 2011 ini, saya memiliki waktu yang lebih untuk berdiam di sini karena status pengangguran (hasil dari gelar Sarjana yang sudah saya dapatkan Desember lalu) yang kini menjadi label tambahan di diri saya.  Saya tidak akan menampilkan data-data statistik karena memang saya hanya ingin bercerita dari sudut pandang saya sebagai warga kota ini. Jujur saja, kepulangan saya di akhir 2010 dan awal 2011 ini membuat saya menyadari bahwa pesatnya perkembangan kota ini jika dibandingkan dengan Balikpapan yang saya kenal

Hangat

Image
Senandung intro lagu itu mengalun dengan begitu rekat di kedua telinga. Ada perasaan tenang yang menyembuhkan ketika mendengarkannya, ada situasi yang tak disangka aku rindukan hanya karena rangkaian nada ini. Sekitar hampir sebulan lalu pertama kali aku mendengar dan menyaksikannya via internet. Kental dengan suasana Natal, karena untuk itulah lagu tersebut diciptakan. Tapi ada suasana sendu yang syahdu hadir di dalamnya, sendu yang nikmat, kala itu. Entah bagaimana, tapi tiba-tiba atmosfer ruangan, udara, suhu, dan rindu yang sama menyelimuti hawa tubuh dan perasaanku. Ini tempat yang berbeda, rasanya tidak mungkin aku merasakan hal yang sama, sungguh jauh berbeda. Aku diam, mendengarkan melodi piano berdenting indah mengiringi sang vokalis bernyanyi penuh rasa melalui suara setengah 'bindeng'nya itu, nyata, aura yang sama hadir. Nuansa rindu terhadap kamu. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa, kenapa tidak? Aku ingat begitu rindu kamu ketika mendengarkan lagu ini kal