Botol Waktu




Satu botol bir adalah penghiburmu. Setelah kuingat-ingat dengan saksama, kamu terbiasa untuk menggenggamnya di malam-malam kita bersama. Satu, dua, tiga sepertinya kurang untukmu, dan aku hanya akan duduk mengamati gerak-gerik kamu yang berpindah dari meja bundar kita, menuju bar, bercengkerama, lalu kembali ke meja ini dan memelukku. Kuhisap batang cengkeh ini dan kamu menenggak satu dua teguk dari mulut botol hijau itu. Aku pikir botol itu adalah jimatmu, mungkin jimat yang membuat tanganmu rileks sehabis penat bekerja. Kau terus menggenggamnya, sesekali memutar-mutar botol itu di genggamanmu, lalu kau teguk dan kembali kau mainkan. Aku duduk, menyesap manisnya batang ini dan kuembuskan napasku yang terbang membentuk tarian asap yang meliuk.

Melihat, mengamatimu adalah satu hiburan bagiku. Seharusnya hal itu biasa saja, tapi kondisi kita tidak biasa bagiku, tepatnya sungguh kubenci. Itulah mengapa sering kita habiskan waktu untuk diam dan bertatap saja, terlebih di tengah keramaian seperti ini, menatap matamu adalah satu ketenangan untukku. Aku ingin menikmati tiap detik aku bisa menelusuri kamu dengan mataku, karena penglihatan akan kamu mahal harganya.

Lihat, kamu sedang memandangi botol itu sembari kau putar-putar ia dengan jari-jarimu yang panjang. Kau sedang berhemat untuk menyesapnya ketika tinggal setengah tersisa, karena kamu tahu ketika cairan itu habis artinya kamu harus membayar harga agar bisa menikmatinya lagi. Sekian rasanya hitungan waktu yang kita punya, bagaikan cairan bir yang ada dalam botol kaca hijau itu. Kala habis, kamu harus menunggu waktu yang tepat untuk merogoh kocek dan membelinya, menikmatinya, merasakan pahit dan sodanya di kedua belah bibirmu. Kamu akan mengecapnya dengan hati-hati hingga akhirnya kau tengadahkan kepala tanda ada kelegaan yang menjalarimu, lega karena telah merasakan nikmatnya relaksasi yang kau kecap.

Kamu tahu aku tidak akan lama di sini dan ada harga yang harus dibayar untuk kebersamaan ini. Tiap detik kita tidak pernah gratis, ia akan selalu dibayar dengan harga bernama rindu. Aku rindu, mengamatimu menikmati botol waktu kepulanganku.****




Bandung, 30 April 2011

Comments

  1. menggenggam, saling tatap, senyum, peluk dan ditambah playlist yang kadang aneh. I miss you here.

    *baca ini berasa lagi di stan bareng kamu meh.

    ReplyDelete
  2. I miss you too, anonymous..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra

Ulasan Musik: London Grammar