Ranum
Usianya memang tidak bisa dibilang belia lagi. Aku menggambarkannya dengan kata matang. Auranya juga bukan lagi ibarat bunga yang baru mekar merekah, melainkan bagai buah yang telah masak; aku seringkali membayangkan betapa nikmat bila bisa memetik lalu menyantap dagingnya yang ranum. Tanpa lelah, pikiran ini mulai mengusik diriku secara rutin. Ada berjuta alasan bagiku untuk tidak melupakan fantasi ini—malah justru memeliharanya. Pertama dan klise, aku tidak pernah menghendakinya untuk datang, semua terjadi tanpa aku sadari. Namun bila kuingat dengan cermat, inilah keajaibannya, bahwa ia tidak pernah mencoba mencuri perhatianku dengan sengaja. Setiap hari aku melihat rupanya dan tak jarang pula kami saling menyapa. Hanya sebatas itu. Hingga pada suatu siang aku begitu asyik melamun ke arah jendela yang luas demi menemukan inspirasi untuk materi pemasaran produk baru. Tiba-tiba pandanganku terhalang oleh satu sosok yang mendadak berdiri. Saat itu matahari tengah tinggi dan sinaran...