Selembar Surat
Aku tidak ingin bilang selamanya cinta. Cintaku hanyalah fragmen, yang tertanda oleh awal dan akhir, yang tak tahu akan berujung bagaimana, yang sarat energi tak pandang orde pun order, namun kutahu berbatas. Cintaku hanyalah sensasi yang tersurat oleh hasrat, redam dilekang ruang, dan tersapu oleh waktu. Akankah? Entahlah. Yang aku tahu kini, waktuku bahkan belum tiba. Kalau aku bisa bilang ini cinta, maka jadilah ini cinta yang penuh oleh hasrat. Membabi buta tanpa aku tahu apakah ini layak dikuak. Seandainya kamu tahu bagaimana sesaknya dadaku akibat gairah yang terus bertambah untukmu. Seandainya kamu tahu bahwa setiap sosokmu nampak, aku hanya ingin kamu mengenaliku lalu berikan sesimpul senyum yang, rasanya, bakal cukup membuatku tenteram. Ah, tapi, itu bohong. Kalimatku di atas terasa begitu naif bila kubaca kembali. Aku tidak ingin mendapatkan sebatas senyum darimu. Aku ingin lebih dari itu! Kamu mau tahu apa? Baiklah. Namun pintaku, jangan kau kabu...