Tidung: The Weekender's Beach


Warna air laut di depan saya semakin memuda, biru tua yang telah menjadi pemandangan saya selama tiga jam tadi digantikan oleh hijau bening yang menyegarkan mata. Keheningan di kapal kayu berkapasitas 100 orang ini  berubah ramai, mereka yang tadinya terlelap jenuh kini telah sadar kembali dan mengisi kapal dengan celetukan-celetukan atau obrolan antusias karena akan segera sampai di Pulau Tidung. Berisik mesin kapal berganti suara riak air yang mengombang-ambingkan kapal  tumpangan kami untuk segera bersandar di dermaga. Saya tengok penunjuk waktu di tangan saya, hampir pukul 10.00, hari masih begitu muda untuk menikmati akhir pekan di Pulau Tidung.



Kepulauan Seribu yang selama ini terkenal dengan ragam pantai untuk olahraga air dan kekayaan baharinya ternyata masih menyimpan satu pulau yang menyajikan keindahan terumbu karang serta pantai yang tergolong perawan. Pulau Tidung, terletak di paling barat  rangkaian Kepulauan Seribu, sejak awal 2009 telah ramai dikunjungi oleh wisatawan dan perlahan menata dirinya sebagai tempat tujuan wisata pantai baru di utara Jakarta.

Sesaat setelah kapal berhenti dan bersandar di Pelabuhan Betok, Pulau Tidung, saya dan keenam kawan turun dari kapal dan mengecek barang bawaan kami sambil meluruskan badan yang pegal. Tak lama, kami memutuskan untuk langsung menuju rumah penyewaan alat snorkel dan sepeda yang telah dipesan oleh salah satu kawan saya. Ternyata, letaknya tepat di seberang Pelabuhan Betok. Saya mengamati kanan dan kiri, ternyata memang ruas jalan di Pulau Tidung hanya satu, yang memisahkan Pelabuhan Betok dengan rumah penyewaan alat snorkel dan sepeda tadi, dibuat dari paving block dan ramai dilalui oleh sepeda, becak, dan becak motor. Mengenai nama Pelabuhan Betok, belakangan saya tahu dari warga setempat, bahwa nama pelabuhan itu diambil dari salah satu jenis ikan yang banyak terdapat di perairan Tidung, ikan betok. Jujur saja, ini kali pertama saya mendengar jenis ikan tersebut, ditambah lagi saya memiliki seorang teman yang kerap dipanggil ‘betok’, maka saya spontan terkikik geli ketika mengetahui cerita di balik nama Pelabuhan Betok.

Cuaca hari itu sungguh cerah dan mengusir rasa khawatir saya jikalau tiba-tiba hujan turun dan membuyarkan liburan akhir pekan saya di Pulau Tidung. Saya dan enam kawan saya mengambil peralatan snorkeling masing-masing beserta sepeda. Sebelum menuju area untuk snorkeling, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Kami mengayuh sepeda ke arah kanan dari rumah penyewaan alat dan mencari rumah makan terdekat. Tidak jauh ternyata, kami menemukan warung nasi dan mengisi perut sebelum mulai beraktivitas.

Seusai makan, kami langsung menuju Tanjungan Timur yang merupakan area untuk snorkeling atau diving. Matahari semakin menggantang di atas kepala, namun untungnya saya dilindungi oleh pohon-pohon besar sepanjang jalan menuju Tanjungan Timur. Selama mengayuh sepeda, saya kerap mengalihkan pandangan ke kanan kiri untuk melihat perairan yang mengelilingi Pulau Tidung. Terik matahari membuat warna air laut terlihat makin berkilat, gradasi tosca dengan biru muda dipadu dengan hijau pepohonan yang membingkai tepi pantai menunjukkan kontras yang menyegarkan mata di siang terik itu. Ternyata, untuk sampai ke Tanjungan Timur membutuhkan waktu yang tidak sebentar juga. Saya jadi ingat peringatan dari salah satu teman saya bahwa untuk mendapatkan fasilitas di Pulau Tidung, akan lebih baik untuk memesan segala akomodasi yang dibutuhkan via telepon jauh-jauh hari sebelum berangkat. Jika tidak, bisa-bisa Anda terlantar di Pulau Tidung tanpa mendapat sewaan sepeda atau alat-alat snorkeling, begitu pula penginapan.

Kira-kira sepuluh menit bersepeda, sampailah saya dan kawan-kawan di area Tanjungan Timur. Di sana sudah disiapkan lokasi parkir sepeda dan tempat penitipan barang. Saya parkir sepeda dan memisahkan barang-barang yang akan dibawa lalu beranjak menuju pantai, tak lupa sebelumnya saya menyimpan nomor penitipan barang yang telah diberikan oleh petugas. Sambil menikmati pemandangan pantai yang sungguh indah di kiri saya, saya amati fasilitas yang ada di sekitar pantai. Sebelah kanan saya terdapat jejeran penjaja makanan dan minuman. Tak jauh dari sana, terdapat dua rumah panggung yang terbuat dari kayu, ternyata dua rumah itu merupakan tempat penitipan barang juga.

Sembari memasang pelampung dan alat snorkeling, saya tersenyum mendapati laut dengan aneka warna di depan saya. Walaupun tidak memiliki garis pantai yang panjang, namun pasir yang terhampar di Tanjungan Timur berwarna putih dan memiliki tekstur yang lembut. Tepat setelah dua rumah kayu tempat penitipan barang, tampaklah jembatan kayu yang sudah menarik perhatian sejak saya masih berada di atas kapal ketika menyeberang menuju Pulau Tidung. Saya dan keenam kawan memutuskan langsung mencicipi keindahan laut di Tanjungan Timur. Laut di Tanjungan Timur terpisah oleh gundukan karang mati yang membentuk garis linear sepanjang perairan Pulau Tidung. Jika belum pernah melakukan snorkeling di Pulau Tidung sebelumnya, akan lebih baik jika menggunakan jasa instruktur untuk mengetahui lokasi mana saja yang memiliki karang-karang indah dan terhindar dari bahaya bulu babi. Di sekitar pantai Tanjungan Timur memang terdapat dua binatang laut yang berbahaya, yaitu bulu babi dan stone fish (ikan batu). Perlu kewaspadaan lebih karena warga setempat memberitahu bahwa stone fish memiliki rupa seperti batu, hanya saja jika tidak sengaja terinjak atau tersentuh, ia akan mengeluarkan sengatan yang dapat membahayakan. Terlebih lagi, stone fish biasanya terdapat di area yang sangat dangkal hingga di bibir pantai. Oleh karena itu, warga setempat menganjurkan pengunjung yang bermain di laut untuk tetap menggunakan sepatu katak agar aman.

Ketika saya dan kawan-kawan sedang asyik menikmati keindahan bawah laut di Pulau Tidung, pantai dan laut masih sepi pengunjung. Ternyata setelah saya amati, kebanyakan pengunjung akan memilih waktu di atas pukul dua siang untuk bersnorkeling dan diving. Menikmati kekayaan hayati di bawah laut sungguh melenakan pikiran, jika tidak hati-hati, bisa-bisa saya lupa untuk tetap berada dekat dengan kawan-kawan, dan jangan sampai terpisah terlalu jauh agar tidak terbawa arus air laut. Kedalaman di tempat saya menikmati terumbu karang kira-kira mencapai lima sampai enam meter. Bermacam jenis terumbu karang saya nikmati, mulai dari yang bentuknya seperti rerumputan hingga karang yang melebar seperti meja. Ragam warna karang dan keindahan kehidupan hayati di bawah air itu membuat saya enggan mengangkat kepala ke permukaan air. Sempat satu waktu, saya memutuskan untuk melepas pelampung dan menyelam untuk menjadi lebih dekat dengan karang-karang.





Setelah tiga jam puas menikmati keindahan laut, saya dan kawan-kawan memutuskan kembali ke pantai. Ketika kami kembali ke daratan, ternyata pantai sudah mulai dipenuhi oleh para pengunjung yang mengenakan pelampung oranye dan menenteng snorkel. Rata-rata mereka telah menyewa perahu yang sudah disertai instruktur. Di area Tanjungan Timur dekat jembatan, terlihat beberapa rombongan sedang berlatih napas sebelum melaksanakan diving. Siang semakin ramai di Tanjungan Timur, anak-anak kecil warga setempat dengan riang berlarian naik turun jembatan dengan hanya menggunakan baju dalam mereka lalu melompat dari atas jembatan. Tidak hanya mereka yang riang menikmati terik siang itu, saya dan kawan-kawan pun tergiur untuk menguji adrenalin kami dengan melompat dari atas jembatan yang memiliki ketinggian kira-kira 10 meter di atas permukaan air laut. Bagaimana kami tidak tergiur jika yang kami lihat dari atas jembatan adalah lautan air berwarna hijau bening dan bersih? Area di bawah jembatan memang aman untuk dipakai berenang. Perairannya tidak dangkal namun tidak juga dalam, dan yang terpenting area tersebut bersih dari karang, sehingga tidak perlu khawatir akan tergores karang sehabis melompat dari jembatan.

Telah puas bermain-main di area Tanjungan Timur dan berbagi kesenangan dengan anak-anak kecil warga setempat, saya memutuskan untuk berteduh di bawah pohon yang terletak tepat di sebelah rumah kayu tempat penitipan barang. Terdapat batang pohon yang dijadikan kursi juga meja dan dekat dengan para pedagagang makanan/minuman. Teman saya memesan es rumput laut yang sungguh memuaskan dahaga selepas lelah bermain di laut dan dibakar oleh sinar mentari yang galak, sedangkan saya dan kelima kawan lainnya memutuskan memesan es kelapa, satu minuman wajib kala bepergian ke pantai. Saya duduk sambil menikmati sajian segar yang telah saya pesan, dan mengamati keadaan di pantai itu.

Di area parkir sepeda terdapat lapangan voli yang tertata ala kadarnya. Sekeliling pantai masih terdapat banyak tumbuhan hijau. Ternyata, menurut salah seorang warga setempat, Rocky, salah seorang pemuda sekaligus Ketua Bidang Antar Lembaga LPM Kelurahan Tidung, area tersebut dulunya memang begitu rimbun akan tumbuhan, lalu ia dan beberapa pemuda serta warga lokal memutuskan untuk membersihkan tumbuhan-tumbuhan tersebut agar area pantai lebih leluasa dan dapat dinikmati pengunjung. Ketika saya berbincang dengan beliau, ia begitu semangat menceritakan bagaimana awal mula masyarakat Tidung membangun area pantai agar layak dikunjungi. Mereka sudah sadar akan potensi Tidung untuk dijadikan objek pariwisata, namun, minimnya dana yang tersedia tidak membuat semangat mereka runtuh begitu saja. Bisa dibilang, usaha mempromosikan dan membangun fasilitas di Pulau Tidung merupakan swadaya masyarakat setempat. Mereka juga sadar bahwa potensi pariwisata yang dimiliki Pulau Tidung bisa menciptakan peluang usaha dan membangun kehidupan perekonomian mereka, selain menjadi nelayan.

Mas Rocky, demikian saya kerap memanggil beliau, bercerita bahwa Pulau Tidung mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan sekitar setahun terakhir. Sebelumnya memang sudah ada yang mengunjungi, tapi waktu itu Pulau Tidung belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk turis karena memang belum ditata sepenuhnya.

“Sekarang ini, kami (warga.red) masih dalam proses penataan dan pembangunan. Ini semua juga karena melihat respon wisatawan yang besar untuk datang ke sini (Pulau Tidung.red),” ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa situs jejaring sosial merupakan sarana yang sungguh membantu masyarakat luas tahu mengenai Pulau Tidung. Menurut cerita Mas Rocky, salah seorang pemuda Pulau Tidung secara iseng mengundang beberapa temannya untuk mengunjungi Pulau Tidung melalui situs jejaring sosial tersebut dan ternyata mendapat respon yang besar, tidak hanya dari kalangan terdekat para pemuda tapi juga orang-orang lain yang mengetahui info mengenai Pulau Tidung dari dunia maya.

Dengan keindahan hayati bawah laut dan pantai yang dimilikinya, Pulau Tidung terbukti telah menarik minat masyarakat luar, terutama Jakarta dan sekitarnya, untuk berkunjung. Hal ini diperkuat dengan ujaran Mas Rocky yang mengatakan bahwa setiap akhir pekan kini jumlah kapal yang berangkat untuk rute Muara Angke-Pulau Tidung mengalami peningkatan, dari yang tadinya hanya pukul 06.30 dari Muara Angke, kini bisa menjadi tiga hingga empat kapal sehari. Jika mengikuti jadwal biasa, kapal yang berangkat dari Muara Angke-Pulau Tidung tersedia dua kali dalam sehari, masing-masing pada pukul 06.30 dan 09.30, serta pukul 07.30 dan 13.00 dari Pulau Tidung-Muara Angke. Harga tiket kapal dibanderol Rp33000 untuk sekali jalan. Di sela-sela pembicaraan kami itu pula, Mas Rocky menyebutkan beberapa calon wisatawan yang telah memesan tempat dan akomodasi untuk berlibur di Pulau Tidung sepanjang bulan Mei.

“Sekarang, jika ingin berlibur di (Pulau) Tidung, harus booking dulu paling tidak tiga minggu sebelumnya. Hal ini agar saya bisa mengatur segala yang dibutuhkan oleh pengunjung. Selain itu juga, karena banyak sekali yang hendak datang ke sini, jadi bisa-bisa kalau booking-nya mepet, tidak akan kebagian tempat dan fasilitas,” ujarnya sambil tertawa.

Mengenai penginapan, di Pulau Tidung terdapat beberapa rumah penduduk yang disewakan menjadi penginapan. Fasilitasnya pun macam-macam, biasanya harga untuk penginapan dipatok dari jumlah daya tampung penginapan tersebut. Range harga penginapan di Pulau Tidung dari Rp250000-Rp700000, dengan daya tampung 10-50 orang.

“Waktu itu saya pernah memfasilitasi rombongan kantor yang berjumlah sekitar 50 orang. Saya sediakan tempat yang bisa menampung mereka dengan harga sekian,” ujarnya. Menurutnya juga, kini di Pulau Tidung terjadi persaingan yang tinggi dalam hal fasilitas penginapan. Melihat kenaikan jumlah pengunjung yang pesat, warga berlomba-lomba menciptakan penginapan yang dianggap mampu menarik minat wisatawan, seperti contohnya mulai menyertakan fasilitas AC (air conditioner) di penginapannya. Tentu saja, untuk mendapatkan fasilitas tersebut, para wisatawan akan dikenakan harga yang berbeda dengan penginapan yang biasa-biasa saja.

Ketika berkunjung ke Pulau Tidung, saya dan kawan-kawan memutuskan untuk membangun tenda sebagai tempat penginapan kami. Hal inipun kami kemukakan kepada warga setempat yang lalu memberikan saran untuk membangun tenda di Pulau Tidung Kecil. Pulau Tidung terdiri dari dua pulau: Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil yang dihubungkan oleh jembatan kayu berbentuk L sepanjang lebih kurang satu kilometer. Menurut pemaparan warga yang saya dan kawan-kawan dapatkan, Pulau Tidung Kecil memang sering dijadikan area camping oleh wisatawan yang berkunjung. Pada hari kerja, Pulau Tidung Kecil sebenarnya merupakan area konservasi bakau dan tidak dikelola sebagai area wisata seperti Pulau Tidung Besar. Walaupun demikian, di seputar Pulau Tidung Kecil, wisatawan tetap dapat menikmati pantai-pantai yang menawan.

Selain memermudah dalam mendapatkan fasilitas, koordinasi atau booking langsung ke warga setempat akan membuat biaya berlibur lebih murah ketimbang memilih paket wisata melalui agen-agen travel. Fasilitas yang disediakan pun tidak berbeda, seperti penginapan sesuai dengan jumlah rombongan, kapal yang dapat disewa langsung seharian (termasuk ketika melakukan snorkeling dan diving) dan dapat mengantarkan wisatawan ke pulau-pulau terdekat dari Pulau Tidung, seperti Pulau Air, Pulau Panggang, dan Pulau Pramuka yang juga menawarkan keindahan hayati bawah laut serupa. Harga paket untuk pemesanan satu kapal yang sudah disertai instruktur sekitar Rp500000 sehari, dengan catatan satu instruktur harus mengawali minimal dua wisatawan, harga sekian juga telah mencakup peralatan snorkel/diving. Sedangkan untuk penyewaan alat snorkel dan sepeda jika tidak memilih paket masing-masing sebesar Rp35000 dan Rp15000 per hari.

Waktu tempuh yang tidak terlalu jauh dari ibukota membuat Pulau Tidung kini selalu dipenuhi oleh warga Jakarta dan sekitarnya setiap akhir pekan. Belum lagi biaya yang tergolong terjangkau menjadikan Pulau Tidung sebagai tujuan eskapisme masyarakat kota besar yang merindukan keindahan alam dan membuang sejenak kepenatan sehari-hari, tanpa harus membuat rencana perjalanan yang susah dan jauh.



Setelah puas berbincang, saya dan kawan-kawan memutuskan untuk segera menyeberang menuju Pulau Tidung Kecil. Hari beranjak sore dan kami tidak ingin melewatkan matahari tenggelam sebelum tenda tempat kami menginap telah didirikan. Badan lengket oleh air laut dan bawaan yang sungguh berat tidak membuat kami mengeluh. Saya dan kawan-kawan melangkahi satu per satu papan kayu yang menjalin jembatan penghubung Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil sambil terus terpesona dengan keindahan laut yang melatari kanan kiri kami. Matahari sore itu telah sedikit bersahabat, setelah lelah menemani hari kami yang panjang di Pulau Tidung, kini matahari menyinari kami dari belakang dengan sinar merah keemasan yang masih saya temui ketika tiba di Pulau Tidung kecil. Di tepi pantai yang sepi tanpa seorang pun berlalu lalang, saya dan kawan-kawan duduk hening di atas pasir putih, menikmati lembayung senja yang perlahan meninggalkan semburat merahnya tepat di sebelah kiri saya, sambil menikmati suara riak air yang tenang, saya segera menutup hari di Pulau Tidung.***



Foto                      : Afi Wicaksono & Wenti Yulfrida

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra

Ulasan Musik: London Grammar