Tentang Pagi


Sedikit ingin bercerita mengenai apa yang tiba-tiba melintas di pikiran saya malam ini. Sebuah curhatan atau saya lebih suka menyebutnya sebagai refleksi tentang bukan malam yang muncul di malam hari. Ya, pusing, tapi sebenarnya kalimat sebelum ini hanya sebuah basa-basi yang juga muncul di malam hari walaupun bukan tentang malam.

Bukan sebuah kesengajaan ketika tiba-tiba kicau burung mengejutkan daun hingga gendang telinga saya tanpa suara itu hadir, ketika tiba-tiba emas cahaya mentari membuat saya silau padahal sekarang sudah malam dan mustahil ada matahari beserta cahaya emasnya yang membawa biru langit terlihat begitu kontras dengan lembutnya awan putih bak kapas menggantung tinggi, ada di waktu seperti ini. Suarapun terdengar berbeda, ketika malam yang hening digantikan oleh seru-seruan manusia yang baru membuka hari terdengar di telinga saya. Semuanya adalah tentang pagi.

Di usia saya kini, berarti ada sekitar 22 tahun dikali 365 pagi yang saya lalui. Begitu banyak jumlahnya dan begitu rutin serta monoton pagi-pagi itu sehingga membuat saya tidak pernah merasakan hikmatnya pagi, yang bisa jadi tak kalah dengan malam, tak kalah dengan sore. Pagi seperti telah dianaktirikan oleh saya selama ini, karena identik dengan harus mulai beraktivitas dan bangun dari tidur yang nyenyak, mimpi yang indah, melepaskan tubuh yang melekat di atas kasur dan bantal yang begitu empuk. Semua tentang pagi di benak saya sudah terpola sebagai perihal melepas kenikmatan: mengakhiri mimpi, memaksa mata membelalak walau berat, menggiring tubuh yang malas diguyur air, dan memulai aktivitas yang melelahkan.

Sampai akhirnya, beberapa waktu belakangan ini (sebenarnya sudah saya rasakan sejak tidak ada perkuliahan dan jobtraining selesai), saya justru begitu menghikmati pagi. Nuansa pagi bagi saya begitu indah, tak ada yang bisa menandingi semangat yang pagi berikan, tak malam, tak pula sore. Bahkan pagi yang dibasahi oleh air hujan pun menghadirkan nuansa yang berbeda dengan hujan kala sore/malam. Rasa yang tercipta karena bangun pagi juga belum bisa digantikan dengan jumlah tidur sekian jam pun. Saya sering merasakan, ketika saya bangun siang justru rasa malas menggerogoti saya untuk memulai rencana hari itu. Berbeda dengan ketika saya bangun pagi, walaupun di tengah siang menggantung, saya tetap memiliki energi yang besar untuk berkegiatan dan tidak terlambat untuk memulai aktivitas. Menjadi benar-benar sadar di pagi hari memberikan energi lebih ke raga dan juga jiwa, energi itu, yang bagi saya penting dan 100% luput dari pikiran orang-orang kini. Bisa jadi, pagi tidak pernah dihikmati di kota-kota besar. Bisa jadi, menjelang pagi adalah kecaman bagi jiwa yang terlelap dan membuatnya mengeluh atas kedatangan pagi karena pagi berarti bekerja, sekolah, kuliah, alias menguras tenaga untuk hal-hal yang sudah menjadi kewajiban kehidupan (membosankan).

Ternyata, ada sebuah kekuatan mistis lain yang diberikan oleh pagi kepada alam raya (dan saya, akhirnya). Jika semua manusia diberikan waktu satu hari untuk benar-benar lepas dari segala rutinitas dan bising kendaraan yang memuakkan juga membuat suasana pagi menjadi mengesalkan, saya rasa, di pagi harilah manusia mengerti bahwa bumi adalah sesuatu yang mereka tak mungkin ciptakan. Jika ada satu hari itu, di mana dunia menjadi sunyi senyap, ditemani kicauan burung, biru langit bersama emas cahaya mentari, hijau dedaunan beserta semilir angin penyemangat, udara pagi beserta aromanya, saya rasa di pagi harilah manusia mampu menemukan Tuhan.


Bandung, 02 Juli 2010
#misipenyelamatandatadariMultiply

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra

Ulasan Musik: London Grammar