Wonderful December


December 1st, 2010
"Garuda last flight, 21.05-22.00, Bpp-Jkt. See you there, baby,"
Sepotong kalimat yang waktu itu berada di luar ekspektasi saya, dia benar datang.

Sehari setelahnya, December 3rd, 2010.
Sidang skripsi yang menjadi ujung tombak saya berjuang di bangku perkuliahan akhirnya terjadi juga. Perasaan yang berkumpul di dada pada waktu itu tidak dapat dideskripsikan dengan mudah. Tegang, semangat, muak, bahagia, luar biasa semuanya berkecamuk dan tidak bisa henti juga walaupun mata saya terpejam istirahat. Campur aduk bagai es campur yang menyegarkan dahaga sekaligus tajam menusuk dengan dinginnya, bertarung dalam organ perasa saya. Hari itu berlalu dengan hasil maksimal! Sekali lagi ada perasaan yang tidak mampu terwujud kecuali lewat senyuman yang terus tersungging di bibir saya. Keringat dan letih batin saya terbayar hari itu juga, saya berhak tertawa, saya berhak tersenyum bangga dan bahagia. Nikmat sekali rasanya! Nikmat yang sudah lama saya nanti. Saya belum pernah sebahagia itu selama 5 tahun ini, sungguh bukannya berlebihan.
Bahagia itu hadir bahkan ketika saya menyetir mobil sendiri dalam keadaan cuaca yang tak menentu, menerjang hujan sepanjang Cipularang, Jakarta menuju Bandung. Hari itu, saya resmi menjadi Kania Laksita Raras, S. I. Kom., dan malam itu, saya resmi bertemu dia.


4th December, 2010, 00.00.
"Happy birthday to you!" saya melihat penunjuk waktu tepat berada di tengah angka 12. Dia sedang duduk di sebelah kiri saya, di meja makan rumah tante saya yang terletak di Bintaro. Mama saya berada tepat di kursi depan saya, Om Indra di sebelahnya, Randra berdiri di sisi meja, dan Tante Ver duduk di kursi belakang saya. Kami semua menyantap hidangan khas Balikpapan yang mama saya bawakan dari sana. Beberapa jam sebelumnya, ia telah menghabiskan kebersamaan yang terjadi tanpa sengaja dengan mama saya, karena ternyata mereka menumpangi pesawat yang sama dari Balikpapan. Masih berkostum kerja, dia menyunggingkan senyum yang selalu tampak dari matanya yang berbinar. Walau lelah, dia tampak bahagia. Dan sayapun, pertama kali bersamanya saat ia berganti umur, selamat 24, dear! 

4th December, 2010.
Lima jam kami habiskan bersama di salah satu mall besar Jakarta. Berkeliling, bergandengan tangan, berperilaku seperti yang selama ini tidak pernah terbayangkan, we're lovers. Tidak peduli dengan orang lain yang melihat, kami bahagia hingga malam itu.

4th December 2010-5th December 2010
Kami semua ada di Bandara Udara Soekarno-Hatta, saya hendak pergi ke benua seberang, memisahkan waktu sebanyak 8 jam dari tempatnya biasa berada. Saya pergi dengan kelegaan kewajiban saya telah selesai, dengan bahagia yang meninggalkan jejaknya di seluruh kulit dan pembuluh darah saya hari itu, dengan cinta yang sempat saling menyentuh walau sehari saja. Saya pergi, tak kalah hebatnya, dengan rasa sengsara karena tidak akan mendengar suaranya hingga sebulan ke depan. Saya pergi sendiri, secara ekstrim meninggalkan semua bahagia dan haru ke benua dingin ini.

Setiap hari, berganti waktu dan tanggal yang tak seragam dengan belahan dunia rumah saya, saya ditemani pikiran tentang dia. Tak pernah terjadi sebelumnya, tiap detik saya selalu memikirkan orang ini, bertanya kabarnya, bermimpi tentangnya, tersenyum mengingat wajahnya, dan hangat merasakan cintanya yang tak pernah luntur dilawan waktu serta jarak. Bahkan jarak sejauh ini dan di tengah cuaca berudara es dan salju yang menyelimuti saya. Ini luar biasa!

13th December 2010, Newcastle Upon Tyne, 00.00
Saya tengok telepon selular yang tergeletak di sudut apartemen itu, sedang dicharge. Ada notifikasi missed call. Mengerutkan dahi, saya tidak percaya dengan nama yang terpatri di layar, namanya! Dia menelepon saya! Tak lama, kami tersambung melalui percakapan singkat di telepon. Suara itu, oh saya sungguh merindukannya! Saya ingat saya melongokkan kepala ke luar jendela yang dipenuhi udara es ala musim dingin yang membekukan. Tidak terasa menusuk udara es yang saya hirup, saya jingkrak-jingkrak dan tertawa kepadanya, "You called! Oh my God now it's you who's on the phone!" jerit saya, histeris bahagia. Dia tertawa di seberang sana, "Hey baby, happy birthday!"
Ia bilang bahwa itu sudah jadi janjinya untuk mengucapkan selamat menurut waktu di tempat saya berada. Saya berkali-kali berseru tidak percaya kalau ia akan benar menelepon.
Ia hanya berujar, "It's me, baby. Why so surprised?"
Tuturan yang sepele tapi ternyata berarti luar biasa bagi saya. Yes, I'm talking about him, why so surprised? He could do simple things that'd mean the universe for me.
While I know, I mean the universe for him.

Few days back then, we officially announced to the world we live in, that we're in relationship. Bukan hanya pengumuman klise, tapi penanda, we're bounded, and walking together for a life that's waiting upon us, one day. I am committed to myself that I am committed to him. Amen.
For that, I breathe the air that is all love for him.
"I love you, Valentino Wilfried Enoch. And I mean, love. You're a gift that God finally had me see it as the turning point to believe, that miracle does exist in life."




Newcastle Upon Tyne, 17 December 2010


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra

Ulasan Musik: London Grammar