Karangan Angan

Kamu merapatkan jari-jarimu dan membentuk cekungan dengan telapak tanganmu lalu mendaratkannya di pipiku. Tanpa kata-kata, kamu menatapku dan mata itu hanya bergerak saat kamu mengedipkannya. Berselang dua detik kemudian kamu mengusapkan ibu jarimu ke kulit pipiku sambil terus mengamati air wajahku yang tak berubah: diam. Kedua bola mata itu layu, sekaligus tegas dan menyiratkan pandangan yang seolah berkata, "Hari ini sungguh melelahkan, sebaiknya kita tidur saja." Tapi kamu tidak beranjak, melainkan tetap memandangiku lekat sembari mengusap ibu jarimu itu berulang-ulang ke arah yang berlawanan. Dua menit berselang, kamu tak juga berhenti dan aku makin tak mengerti harus apa. Apa? Aku tidak ingin kamu berhenti menatapku saat itu dan aku juga tidak ingin waktu berlalu hingga jari-jarimu terpaksa lepas landas dari kulit pipiku.

Dua puluh menit waktu telah berputar, namun pergerakan kita di seluruh sudut ruangan ini masih terselimuti oleh diam. Krrrrrr.... Keran di wastafel mengucur perlahan dan aku langsung membasuh wajahku yang kuyu hasil aktivitas sepanjang hari ini. Kuusap kedua bantalan pipiku yang langsung terasa segar oleh bilasan air hangat di malam hari itu. Di depan wajahku ada wajahku lagi. Di depan mataku yang memandang lurus ke depan, kudapati sepasang mata yang sama dan sedang balik menatapku dengan pancaran bias. Bahkan refleksiku sendiri kebingungan untuk memahami raut pantulannya di cermin. Lelah... Begitu ujar si bayangan. Aku menjawabnya dengan satu helaan napas dan langsung menenggelamkan seluruh wajahku di balutan handuk lembut yang menyerap tiap butir air hangat di seluruh permukaan kulit wajah dan leherku tadi. Aku tidak suka melihatmu lelah dan kuyu seperti ini! Ujar bayanganku saat kedua pasang bola mata kami saling berpaku pandangan dan memantulkan emosinya masing-masing. Lagi, hanya kubalas ia dengan helaan napas pendek dan aku segera membalikkan tubuhku, beranjak menuju peraduan.

Di atas kasur itu kamu. Sudah terbaring sembari menengadah menatap langit-langit. Mendengar derap langkah mendekat, kamu menoleh lalu sebersit senyum hinggap di sana ketika mata kita saling bertatapan singkat. Aku otomatis balik tersenyum dan seuntai lega menyergapi seluruh urat nadiku. Beginilah seharusnya malam dituntaskan, yaitu dengan perasaan damai yang bisa mengantarkan aku tidur dengan tenang. Ya, karena aku percaya bahwa ketika kita mengakhiri malam dengan senyuman, maka esok pun akan kujelang dengan penuh ketenangan. Kamu memelukku dan mengusap pipi serta rambutku dengan lembut. Malam ini sempurna dan lelah hari ini telah terbayar dengan sukma yang lelap. Selamat beristirahat, wahai raga...

Dalam alam bawah sadarku terasa dengan begitu nyata betapa mulusnya malam berlalu dan sungguh aku relaks menikmati udara yang begitu damai di sini. Tak begitu lama kudengar cicit burung sayup memanggil dan suara kesibukan yang beritme lambat menyadarkanku bahwa pagi telah tiba. Semua masih terdengar dalam volume yang rendah dan bersahabat. Semburat cahaya menyelinap malu-malu di belahan gorden, persis di sisi kanan tempat tidurku. Terbangun aku, dan langit-langit cokelat tua itu berwarna kuning keemasan di sebagian sisinya yang tak merata berkat sinar emas pagi yang masih tersipu. Ada alarm yang mengingatkanku untuk teringat kamu, maka aku memutar kepala ke sisi kiri dan kuraba permukaan seprai untuk meraih sesuatu dengan telapak tangan kiriku. Di bawah bantal yang lain aku dapati benda itu dan langsung kupandang lekat-lekat. Ah, smartphone-ku mendeteksi bahwa kini pukul 08.13 di hari Sabtu pada akhir minggu ke-97. 

Bayangan-bayangan semalam kembali menghampiri lagi seperti biasa, karena itu memang sudah rutinitas aku menghitung minggu. Minggu di mana kamu cuma bayangan yang makin kabur dan tidak pernah benar-benar ada. Kamu tidak ada di sini semalam, dua malam yang lalu, bahkan sejak 272 malam yang lalu.***


Gelinggang 77
Jakarta, 15 September 2012
the real one is M83-Too Late


Comments

  1. teh Kaniiii.. dibukukan dong tulisan-tulisannya..
    bagus banget :)

    ReplyDelete
  2. thank you Dila ;) yah doain aja spy beneran bisa bikin buku hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

Ulasan Musik: London Grammar

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra