[Ulasan Hotel] Pasti Ingin Kembali

Ada jejak memori tentang kenyamanan, kepuasan, dan keengganan meninggalkan Kota Kembang selama lima malam saya menginap di akomodasi unik ini. Bagi saya, Cottonwood Bed & Breakfast memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk menjadi penghuni sementara Bandung, lebih dari sebatas turis.

Perjalanan saya pada akhir September 2013 ke Bandung sebenarnya tidak sepenuhnya memiliki tujuan utama untuk liburan. Ada beberapa urusan yang mengharuskan saya pergi bersama suami selama enam hari ke sana. Namun, ini adalah pertama kali saya bertandang ke kota tersebut tanpa penginapan gratis, alias rumah atau kos-kosan teman. Saya teringat informasi dari seorang teman yang menyebutkan fasilitas akomodasi baru nan unik di Bandung, yaitu Cottonwood Bed & Breakfast. Nah, tentu saja ini adalah momen yang tepat untuk langsung mencoba menginap di sana!

Lokasi penginapan ini terbilang mudah untuk ditemukan, apalagi letaknya berada dekat dari Tol Pasteur, tepatnya tak lebih dari lima menit berkendara dari pintu keluar tol. Selain itu, para pengunjung juga bisa mencapai beberapa area wisata ternama di Bandung dengan mudah. Terletak di Jalan Mustang, mengunjungi objek wisata di seputaran Lembang pun bisa ditempuh melalui Jalan Sarijadi. Untuk menjangkau area Dago atau Riau yang menjadi sarang factory outlet, Sukajadi yang terkenal dengan Mal Paris Van Java, atau Gedung Sate pun tinggal kemudikan kendaraan menyusuri jalan layang Pasopati. Strategis!

Sebetah di Rumah
Satu hal yang membuat saya begitu betah menginap di Cottonwood Bed & Breakfast adalah kesan homey yang tercipta di tiap sudut penginapan ini. Bentuk rumah yang menjadi bangunan aslinya tidak dipugar total, namun disulap sesuai kebutuhan. Rancangan interior yang tadinya berbentuk rumah pada umumnya dengan tiap ruang sesuai fungsi pun diubah menjadi sembilan kamar dengan konsep serta desain yang berbeda-beda.
 
Rumah sementara di Bandung
Sumber foto: FB Page Cottonwood Bed & Breakfast
Saat baru tiba di Cottonwood, saya langsung jatuh cinta pada dinding bata bercat putih dengan bangku taman yang disandarkan di sana. Bangku ini dibingkai oleh plang besi bertuliskan “Cottonwood” yang terpatri cantik di dinding. Saya bisa bilang bahwa bagian teras tadi merupakan salah satu ciri khas dari Cottonwood yang pasti memikat para tamu untuk memotret sudut tersebut. Di dalam rumah, seperti layaknya fasilitas akomodasi sekelas bed & breakfast, terdapat satu meja resepsionis tepat di balik pintu utama yang membelakangi lorong kamar-kamar. Rasa lelah akibat perjalanan dari Jakarta langsung meredup saat mata saya dimanjakan oleh warna-warna pastel yang membalut sebagian besar bagian rumah dan perabotan di dalamnya. Segala properti dekorasi yang terpampang menampilkan konsep shabby chic, pastel, dan manis.

Sudut penyita perhatian di pintu masuk
Sumber foto: penulis

Kamar Chamomile
Sumber foto: FB Page Cottonwood BnB 
Hari itu saya mendapatkan kamar Chamomile yang terletak di lantai satu dan berseberangan langsung dengan ruang makan. Sebelum memasuki kamar, perhatian saya tercuri oleh suasana hijau di ruang makan yang terbuka. Terdapat empat meja kayu yang menghadap ke taman. Asri sekali. Lalu, salah seorang staf pun menunjukkan kamar saya dan suami, serta menjelaskan letak remote AC, televisi, kunci kamar, atau sandal. Bagaikan berburu harta karun, saya yang kurang memerhatikan penjelasan staf tadi (akibat sibuk melihat sana-sini) sempat kebingungan saat mencari sandal kamar. Ternyata slipper tersebut disimpan di satu kantung katun yang digantung di sebuah gantungan dinding. Begitu pula dengan remote AC dan televisi yang disimpan dalam sebuah dompet katun di atas nakas sebelah tempat tidur.

Saya sibuk mengeksplorasi seluruh sudut ruangan hingga kamar mandi. Semua begitu tertata rapi, bersih, dan penuh konsep. Hal ini juga saya temukan ketika menetap di tiga kamar tipe lain pada empat hari setelahnya. Keuntungan kamar Chamomile adalah letaknya yang dekat dengan ruang makan juga pojok pantry; fasilitas bagi pengunjung untuk mengambil air putih, membuat minuman (kopi & teh), atau roti untuk sarapan pagi. Sayangnya, kamar ini tidak memperoleh sinar matahari langsung akibat letaknya yang menghadap Selatan.

Setiap hari, saya selalu menyempatkan diri untuk duduk di ruang makan sembari membawa laptop dan menggunakan fasilitas wi-fi di sana. Sambil minum kopi, merokok di ruang terbuka (seluruh kamar di sini adalah area bebas rokok), menyantap sarapan, ataupun hanya menikmati waktu luang untuk menulis. Terkadang juga saya berbincang ringan dengan para staf yang mondar-mandir di area tersebut. Mereka semua sungguh ramah, dan kenyamanan ini mengingatkan saya tentang bagaimana rasanya menjadi anak indekos di Bandung. Pernah satu waktu, seorang staf, pria berusia kisaran 20 tahun melihat saya yang sedang asyik memelototi laptop di ruang makan, menyapa saat lewat, “Neng, sarapan mau disiapin sekarang?” tanyanya. Sapaan ‘neng’ ini sudah lama tidak saya dengar dan jujur saja, rasanya menyenangkan kembali dipanggil dengan sebutan itu. Saya mengangguk, “Boleh, A’,” jawab saya lalu melanjutkan, “Hari ini menunya apa?” yang ia jawab, “Nasi uduk, neng.”


Ruang makan yang terbuka
Sumber foto: penulis
Pantry
Sumber foto: FB Page Cottonwood BnB


Nasi kuning, salah satu menu sarapan
Sumber foto: FB Page Cottonwood BnB
Sarapan disajikan dari pukul 06.00 hingga 10.00. Selama lima malam menginap, saya jarang makan pagi tanpa kebagian tempat duduk. Sepertinya karena tamu lain sudah berkegiatan lebih pagi dan sayalah yang tersisa. Layaknya di rumah sendiri, saya dengan santai menyesap kopi yang saya bikin sendiri sambil menunggu sarapan dihidangkan, dan tak henti mengakses internet dengan laptop. Udara di area hunian ini masih terbilang sejuk, dan ini tentu membuat pagi para tamu begitu nyaman. Selama lima malam menginap, saya merasakan mutu sarapan yang tidak asal masak, melainkan lezat dan terasa seperti masakan rumahan. Nasi uduk, nasi kuning, dan mi goreng yang menjadi menu sarapan Cottonwood tidak ada yang mengecewakan lidah saya.




Cranberry Room
Sumber foto: penulis
Hari-hari berikutnya, saya menginap di kamar Cranberry, Oak Tree, dan Popple Tree. Secara keseluruhan, semua konsep penyimpanan di tiap kamar sama. Hanya saja desain masing-masing kamar berbeda. Oak Tree memiliki tempat tidur single twin dan bernuansa warna hitam & abu-abu. Cranberry dan Popple Tree merupakan dua kamar yang terletak di sisi terluar lantai dua, langsung menghadap halaman depan penginapan. Keduanya mirip dengan kamar Chamomile yang bercat biru muda dan didominasi oleh perabotan warna putih. Dari sekian kamar tersebut, yang menjadi favorit saya adalah Popple Tree. Kamar ini berisi double bed dengan ukuran queen size dan memiliki jendela besar di dua sisi kamarnya sehingga paling banyak mendapatkan sinar matahari. Di pojok kamar terdapat rak kayu berbentuk perahu yang mempercantik ruangan. Soal kualitas tempat tidur, seprai, selimut, dan bantal, semua kamar menyajikan yang terbaik. Seprai sangat bersih dan diganti setiap hari, selimut yang mereka berikan juga tipe bedcover yang biasa kita gunakan di rumah. Lembut, bersih, dan cantik. Itulah yang membuat saya begitu betah lama rebahan di kasurnya.

Popple Tree Room
Sumber foto: penulis
Nyamannya bedcover di kamar Popple Tree
Sumber foto: penulis
Oak Tree Room
Sumber foto: penulis 
Olive Tree Room
Sumber foto: penulis
Salah satu aksen dekoratif di ujung koridor lantai dua
Sumber foto: penulis
Aksen dekoratif di bagian terluar lantai dua
Sumber foto: FB Page Cottonwood BnB
Papan tulis di dekat ruang makan
Sumber foto: penulis 
Papan nama kamar
Sumber foto: penulis

Merangkap Galeri
Penginapan ini memiliki satu ruangan di area depan, dekat resepsionis, yang merupakan toko perabot serta pernak-pernik lucu. Semuanya mirip dengan apa yang ada dalam kamar. Nah, berita baik untuk calon tamu: beberapa perabotan di tiap kamar juga dijual! Harganya pun terpampang rapi di sebuah kertas senarai harga yang dibingkai cantik sebagai pajangan di atas nakas tiap kamar. Tentu saja ini merupakan inspirasi oleh-oleh yang unik untuk rekan atau keluarga, atau juga menambah koleksi pribadi perabot di rumah sendiri.

Pojok jualan
Sumber foto: penulis
Secara keseluruhan, saya sangat puas dengan pengalaman menginap di Cottonwood Bed & Breakfast. Beruntung sekali, waktu kunjungan ke sana, penginapan ini sedang memasang tarif promo sehingga saya hanya harus membayar Rp290.000/malam. Sejak Oktober, penginapan ini kembali memasang tarif biasa, yaitu sebesar Rp365.000/malam. Sebuah harga yang pantas bagi Anda yang ingin mengalami sebuah liburan unik di Bandung, merasakan keramahan kota ini dan menjadi penghuni sementara di sana, ataupun eskapisme dengan tujuan lari dari kesibukan ibukota sesaat dengan bujet yang terjangkau.

***

Cottonwood Bed & Breakfast
Jl. Mustang B2/1A, Kompleks Kumala Garden
Bandung 40164
Telp: (022) 75191234
FB Page: Cottonwood bed & breakfast

  

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

Ulasan Musik: London Grammar

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra