Desember 2012 (Part 2)


“Gw mau tunangan,” celetukmu tepat di hadapan kami. Mereka melongo, terkejut sambil memegangi gelas bir yang masih terisi setengah. “Sama siapa?!” ujar salah satu dari kami. Satu orang lagi hanya diam tapi tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Aku? Diam dan berdebar karena tak menyangka momen ini sedang berlangsung: pengakuan dari mulutmu.

Kamu tak kuasa menahan tawa tapi kamu juga tak kuasa menahan hasrat untuk membeberkan semua yang selama ini telah kita pendam. Matamu mendelik ke arah perempuan yang duduk di sebelah kananmu. Aku. Ya, aku. Lalu mereka, dua yang lain, melotot sambil tergagap karena tak menyangka itu semua. Kebisingan yang membalut malam riang di satu bar langganan kita itu tak mampu mengalahkan reaksi terkejut dari dua sahabatku itu.

“Kapan?” akhirnya salah satu dari mereka berhasil merespons dengan antusiasme yang masih nampak.

“Desember 2012.”

***

Malam mengejutkan itu terjadi tepat dua tahun yang lalu, 2010. Terasa sudah begitu lama jika diingat, tapi sebuah celetukan cenderung tanpa pemikiran logis itu memang pernah terjadi. Tahun-tahun setelahnya? Semua tak seindah apa yang kita bagi di malam itu, di malam-malam lainnya kamu menekankan keyakinan penuh padaku bahwa kita sanggup melalui segala prahara yang menerjang. Drama, air mata, kebencian, keangkuhan, dan keburukan lainnya berhasil mencuat dari masing-masing kita. Tidak ada aspal mulus tanpa lubang atau kerikil yang mempermudah harapan kita di tahun itu.

Semua berjalan begitu saja, terlampaui dengan mati-matian berusaha keras untuk menanamkan harapan bahwa hari akan selalu berganti hingga momen yang pernah kau ucapkan itu tiba. Bahkan, aku nyaris selalu menghitung hari dan bertanya kapan waktu yang kau umbar itu dulu akan tiba. Kapan?

Sudah terjadi. Ya, aku ingat ketika 1 Desember 2012 tiba, kita berdua tak habis-habisnya girang karena bulan yang selalu kita ucapkan ini akhirnya tiba juga. Terlepas dari segala pergumulan berat yang nyaris membuat kapal kita karam, ternyata dua tahun telah berlalu dan kini kita bukan lagi sepasang anak muda yang begitu spontan mengucap “Desember 2012!” dengan lantang tanpa peduli risiko yang menanti setelahnya. Tapi, ya, kita berhasil!

Itu semua diawali pada satu malam saat kita berdua melakukan rutinitas “pulang kampung” dan kamu tanpa disangka mengajukan diri kepada orangtuaku (tepatnya ayah) untuk “meminta” putri bungsunya ini secara resmi. Semudah itu? Tidak, karena kita lagi-lagi nyaris karam oleh segala perkara yang timbul di tengah jarak. Semua nyaris tenggelam tanpa harapan dan keriaan yang dulu selalu memberi kita harapan, hingga kita sama-sama sadar bahwa ini nyata: rencana kita nyata.

19 Desember 2012, 21:30 WITA
Ya, aku sudah tahu kita akan melangsungkan pertunangan esok hari. Tepat di tanggal 20122012 yang sudah kita canangkan akan jadi awal dari seremoni resmi bahwa celetukan tanpa rencana pasti di 2010 itu benar telah dimulai. Aku tiba di kota kecil kesayangan kita itu bersama kakak yang selalu setia jadi partner “surprise” untuk orang-orang terdekatku, termasuk kamu.

Melangkah penuh perasaan yang masih abstrak menuruni tangga pesawat, aku tahu kamu akan menjemputku di bandara malam itu karena kamu sudah tiba lebih dulu di Balikpapan. Memasuki terminal kedatangan, aku mendapati pemandangan yang sudah begitu akrab. Bapak-bapak yang berprofesi sebagai porter di bandara Sepinggan itu setia menanti para calon pemakai jasa mereka. Di bagian tengah terminal kedatangan sudah berdiri tegak pohon natal yang apik terias. Aku dan kakak melenggang cepat menuju tempat pengambilan bagasi, hingga tiba-tiba ada satu tangan yang menarik lenganku. Kamu! Apa yang kamu lakukan di balik pohon natal itu? Kamu seharusnya ada di luar terminal tempat para penjemput berdiri sembari celingak-celinguk menanti wajah sanak saudara yang mereka kenal.

Kamu penuh senyum dan menarikku ke balik pohon natal. Entah berapa detik setelahnya, kamu berlutut tepat di hadapanku, dan di hadapan semua penumpang pesawat yang berjalan dari pintu kedatangan menuju lokasi pengambilan bagasi. Oke! Aku paham ini apa! 
I was getting mobbed!
 Kamu mengeluarkan kotak hitam beludru sembari berlutut. Ya Tuhan! Aku sudah tidak bisa ingat perasaanku tepat di detik itu, tapi yang aku ingat adalah “Gw lagi ngerjain artikel begini, kenapa jadi gw yang kena???” Ketika aku melihat-lihat sekeliling, para penumpang pesawat yang baru tiba sontak menolehkan kepala mereka untuk menyaksikan peristiwa “langka” ini dan kakakku juga asyik memotret dengan iphone-nya, tentu saja dengan wajah sumringahnya karena ini (lagi-lagi) adalah hasil kerjasamanya dengan orang terdekatku, yaitu kamu, untuk melangsungkan “SURPRISE” ini! Aku dilamar! I was getting mobbed in front of many people at the airport! Oh, wow dan wow! Sekian. Berikutnya, yang aku ingat hanya ujaranmu, “Would you marry me?” dan aku ingat responsku: menutup mulut dengan tanganku sambil terus berseru histeris, “Yes, I will!”

Walaupun keesokan harinya kita benar-benar melangsungkan acara lamaran resmi, tapi momen malam itu sungguh berhasil membuatku gemetaran semalaman. 20 Desember 2012, hari itu aku masih belum bisa merasakan perbedaan yang signifikan. Tapi ketika malam tiba dan acara lamaran telah dimulai, aku cuma ingat perasaan ini: “This is getting real. It is real.” …gw beneran dilamar. Ngok.

20122012
Aneh rasanya ketika mendapati jari manis kiriku sudah tersemat cincin dari kamu, simbol sebuah ikatan lebih dari “pacaran” dan menuju “selamanya”. Aneh pula rasanya ketika menerima ucapan selamat dari orang-orang yang turut mendoakan “Semoga lancar sampai hari H.” atau “Kania mau nikah!” Ya, itu semua masih terasa sangat aneh. Tapi aneh yang sungguh membahagiakan.

Melihat kembali ke 2010, ini semua terasa jauh lebih sempurna dari yang pernah terbayang olehku. Segala ketakutan dan keresahan soal masa yang akan datang jelas masih melekat, tapi hubungan kita telah memberi pelajaran: semua terasa lebih menakutkan ketika belum terjadi atau dijalani. You taught me that, Love.

One step closer for us
Apa alasanku untuk tidak mensyukuri Desember 2012? Tidak ada.***

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

Ulasan Musik: London Grammar

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra