Posts

Ranum (Fragmen #3)

Image
"Kerinduan yang lambat laun menggerogotiku sebagai perempuan sempurna." (Sumber: weheartit.com ) Ada banyak tantangan menjalani hidup sebagai perempuan. Baru kusadari kini, kedua orang tuaku mendidik anak-anak perempuannya berlandaskan kalimat itu sebagai skemanya. Bila ketiga anak gadisnya dewasa kelak, mereka harus sadar bahwa ada peran-peran yang harus dipenuhi dan agar kehidupannya sentosa, maka mereka harus mampu mengisi peran-peran tersebut. Mungkin begitu ayah dan ibuku memadukan visinya selama membesarkan kami—aku dan kedua adikku.

Sakit Hati

Image
"Hatiku serasa lepas dari rangka yang menopangnya." (Sumber: Lunaoki.tumblr.com ) Lima belas tahun bukan waktu yang sebentar, apalagi bila dihabiskan dengan setia terhadap hal yang tidak ada, atau tepatnya, tidak pernah bisa aku miliki. Kali ini, setia bukanlah sesuatu yang bisa dimaknai positif karena memang tidak membuahkan hasil yang konstruktif untukku. Menakjubkan. Inspiratif. Luar biasa. Salut! Ada yang bilang begitu. Tapi dalam hati, aku tersenyum miris dan merasa ironis. Bagaimana caranya aku bisa membanggakan kesetiaan dalam menjaga perasaanku untuk seseorang yang pada akhirnya tidak menjadi milikku? Dari sisi mana perjuangan seperti ini patut diberikan pujian? Lebih masuk akal mereka yang mengataiku bodoh tanpa belas kasihan. Sudah terlalu lelah mereka mengumbar empati. “Kamu memetik apa yang kamu tanam.” “Sakit hatimu ini muncul karena pilihanmu sendiri.” “Bagaimana kamu bisa memilikinya kalau ia tahu pun tidak?” Sejuta cacian serupa tak he...

Tiga Puluhan dan Masih Sendiri

Image
Parkiran apartemen masih lengang. Kulirik arloji di tangan yang menunjukkan pukul lima sore. Orang-orang masih beredar di luar sana. Mesin mobil kumatikan lalu kugapai dua tas di jok belakang seraya membuka pintu kemudian beranjak keluar. Lampu lantai parkiran bawah tanah ini sudah dinyalakan karena meski langit tak gelap pun, tak ada sinar matahari yang masuk. Langkahku ringan menuju lift dan kutempelkan kartu penghuni ke mesin pemindai; seketika tombol bertuliskan angka 15 menyala. * Tak tok tak tok… Suara hak sepatuku memecah keheningan sepanjang lorong lantai 15, selain geledek di luar sana. Hujan mengguyur dari pagi dan membuat hari ini sendu. Semua orang setengah hati menjalani rutinitas dan yang dilakukan dengan sepenuh hati hanyalah menunggu waktunya pulang. Aku sempat terdiam sejenak saat memutar kunci di pintu unitku—tebersit untuk mampir ke unit Ateira. Namun kuputuskan untuk beristirahat dulu dan menghubunginya menjelang makan malam nanti. Baru sekitar lima men...

Kaluku Cottages: Opsi Juara di Utara Tanjung Bira

Image
Tampak depan Kaluku Cottages dari pantai (Foto: Dok. Pribadi) Letaknya memang berada di luar pusat keramaian Tanjung Bira, primadona wisata bahari di Sulawesi Selatan. Walau awalnya tak dirancang untuk tujuan komersial, Kaluku Cottages berhasil membuat para pelancong terpincut berkat pesona autentik yang ditawarkannya. Penginapan ini lantas dipersolek dan alhasil, memberikan pengalaman menginap eksklusif yang terbilang juara di Bira.

Selembar Surat

Aku tidak ingin bilang selamanya cinta. Cintaku hanyalah fragmen, yang tertanda oleh awal dan akhir, yang tak tahu akan berujung bagaimana, yang sarat energi tak pandang orde pun order, namun kutahu berbatas. Cintaku hanyalah sensasi yang tersurat oleh hasrat, redam dilekang ruang, dan tersapu oleh waktu. Akankah?  Entahlah. Yang aku tahu kini, waktuku bahkan belum tiba. Kalau aku bisa bilang ini cinta, maka jadilah ini cinta yang penuh oleh hasrat. Membabi buta tanpa aku tahu apakah ini layak dikuak. Seandainya kamu tahu bagaimana sesaknya dadaku akibat gairah yang terus bertambah untukmu. Seandainya kamu tahu bahwa setiap sosokmu nampak, aku hanya ingin kamu mengenaliku lalu berikan sesimpul senyum yang, rasanya, bakal cukup membuatku tenteram. Ah, tapi, itu bohong. Kalimatku di atas terasa begitu naif bila kubaca kembali. Aku tidak ingin mendapatkan sebatas senyum darimu. Aku ingin lebih dari itu! Kamu mau tahu apa? Baiklah. Namun pintaku, jangan kau kabu...

Ranum

Usianya memang tidak bisa dibilang belia lagi. Aku menggambarkannya dengan kata matang. Auranya juga bukan lagi ibarat bunga yang baru mekar merekah, melainkan bagai buah yang telah masak; aku seringkali membayangkan betapa nikmat bila bisa memetik lalu menyantap dagingnya yang ranum. Tanpa lelah, pikiran ini mulai mengusik diriku secara rutin. Ada berjuta alasan bagiku untuk tidak melupakan fantasi ini—malah justru memeliharanya. Pertama dan klise, aku tidak pernah menghendakinya untuk datang, semua terjadi tanpa aku sadari. Namun bila kuingat dengan cermat, inilah keajaibannya, bahwa ia tidak pernah mencoba mencuri perhatianku dengan sengaja. Setiap hari aku melihat rupanya dan tak jarang pula kami saling menyapa. Hanya sebatas itu. Hingga pada suatu siang aku begitu asyik melamun ke arah jendela yang luas demi menemukan inspirasi untuk materi pemasaran produk baru. Tiba-tiba pandanganku terhalang oleh satu sosok yang mendadak berdiri. Saat itu matahari tengah tinggi dan sinaran...

Catatan #1

Karena setiap detik yang saya habiskan untuk memaklumi kondisi 'sedang tidak bisa menuangkan apa pun ke dalam tulisan' adalah penyebab utama menumpulnya kemampuan saya dalam menulis.