Balada Komitmen
Cerpen Dua pasang mata saling menatap. Di tengah keriuhan malam yang riang hawanya, kita kembali bertemu setelah sekian lama hidup di jalan dan tempat yang berbeda. Tidak ada yang memaksa kita untuk berpisah. Ini hanya salah satu bagian dari proses alami kehidupan yang dulu sering kita kutuk bersama: “perihal menjadi dewasa”. Tatapan mata kita kerap diselingi oleh picingan mengamati, mendengarkan, atau sorot penuh asumsi. Kita tak bisa menghindari berapa kali saling menebak, merasa masih saling mengetahui kehidupan satu dan yang lain. Padahal tidak. Nyatanya, banyak persoalan hidup yang sudah terlewati dari pengetahuan masing-masing. Tatapan mata kita juga tak jarang diramaikan oleh kerut bahagia, kerut tawa penuh rasa geli di saat bertukar bermacam kisah. “Aku masih sulit percaya,” ujarmu sambil menggelengkan kepala tanda takjub. “Sulit percaya bagian mana?” imbuhku. Kamu menghela napas lalu terkekeh, “Ini... Kita... Sekarang,” katamu. Aku spontan terkekeh pula, “Hidup,” k...