Sederhana

Aku menghitung titik-titik yang menyala di depanku. Kucoba hitung berapa luasnya, namun tak bisa juga walau mengira-ngira. Mereka jauh sekali, titik-titik itu, namun pendaran cahayanya mengedip hingga ke tempat aku berada ini. Sesekali kucoba kaburkan pandangan, hilangkan fokus dari kedua mataku hingga kudapati titik-titik itu berubah menjadi segi lima atau segi enam yang beririsan satu sama lain dalam warna yang beragam. Indah, seperti gambar-gambar cahaya malam yang sungguh aku sukai. 



Tidak ada yang berkuasa malam ini, bahkan aku sekalipun. Walaupun aku sendiri di atas balkon, berada lebih tinggi dari titik-titik cahaya di pulau ini, aku tetap tidak berkuasa. Cahaya-cahaya itu jauh letaknya dan aku tidak tahu apa mereka, siapa yang menyalakan mereka, mengapa warna mereka berbeda. Namun, pada satu titik aku ingin tahu dan mengaburkan fokus pandanganku agar aku merasakan mereka lebih dekat. Warna-warna cahaya menjadi transparan dan menyatu dengan hitam langit malam, irisan-irisan antar segi lima cahaya terlihat lebih jelas. Aku memerhatikan cahaya mana yang paling menarik perhatianku.

Sampai lelah mata kupermainkan, aku duduk di kursi malas, menggenggam sebotol coke dan menggigit apel. Ada saatnya aku menikmati titik-titik cahaya itu dari jauh dan bebas memikirkan apa saja tentang mereka, tanpa peduli apakah wujud sang titik cahaya akan berubah jelek jika kulihat dari dekat. Toh, aku tak pernah berpikir titik-titik cahaya terlihat indah dari dekat, tapi kesatuannya dengan berjuta titik cahaya lainnya merupakan keindahan malam yang menyegarkan jiwa bagiku. Kalap, mungkin? Aku begitu terlena dengan berjuta titik cahaya yang membuatku tidak ingin fokus terhadap satupun dari mereka. Padahal, toh, satu titik cahaya pasti menghasilkan terang.

Aku kembali bermain dengan penglihatanku, kubiaskan fokus, kubiarkan kabur, kupudarkan nyala cahaya menjadi lapisan transparan warna-warni di mataku. Kukembalikan pandanganku seperti seharusnya. Ada satu titik cahaya di penjuru kanan penglihatanku dari balkon ini, yang tanpa kusadari menarik jiwaku ke sana. Sedari tadi sebenarnya aku terus menatapnya tanpa sengaja. Kini, tanpa kukaburkan fokus mataku, aku pandangi sumber cahaya itu. Hanya setitik hijau yang menyala begitu jauh dari sini. 
Seketika dan tiba-tiba, aku membuat sebuah surat pernyataan tekad dalam hatiku,
"Akan kudatangi sumber cahaya itu, titik hijau itu, entah di mana dan ke mana arahnya. Entah ada apa di sana."

Dalam waktu sedetik, aku merasa yakin dan menyudahi malam ini lalu beranjak tidur.
Mungkin, pada waktu tertentu dalam hidup, aku harus percaya bahwa pilihan tidak sulit dan belum tentu waktu menjadi pengantar dalam memilih mana yang terbaik.
Toh, malam ini aku berhasil menemukan keyakinan pada titik hijau itu dalam waktu 10 detik. 
Setidaknya aku membuat hidupku lebih ringan malam ini, dan lebih jelas esok hari.
Tiba-tiba? Tak ada yang salah dengannya.


Balikpapan, 19 September 2010


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Sebuah Hubungan

[Ulasan Buku] Manuscript Found in Accra

Ulasan Musik: London Grammar