Posts

Showing posts from 2010

Pertanyaan Tentang 'Mimpi'

Singkat saja, ibarat pohon dengan cabang ranting, daun, dan buah sebagai mimpi yang hendak dikejar dalam hidup, saya sedang berada di atas akar dan terus menengadah ke atas. Belum ada apa-apa yang menggelantung di pohon saya. Batang pohon milik saya belum tua dan keriput pertanda pohon yang kuat serta kokoh. Saya masih berdiri diam mengelus-elus akar muda yang masih lembek. Walaupun demikian, saya lihat pagar di sekitar pekarangan ini makin kokoh. Jadi saya tak perlu khawatir jika harus pergi beberapa lama untuk mencari pupuk dan vitamin agar perlahan-lahan batang mungilnya tumbuh hingga menguat menjadi pohon yang mantap. Kira-kira, apakah blog ini akan terus menjadi saksi perjalanan saya hingga pohon milik saya sudah berbuah dan tak tergoyahkan oleh angin badai nantinya? Dua tahun ke depan, setinggi apakah pohon saya?

Wonderful December

Image
December 1st, 2010 " Garuda last flight, 21.05-22.00, Bpp-Jkt. See you there, baby ," Sepotong kalimat yang waktu itu berada di luar ekspektasi saya, dia benar datang. Sehari setelahnya, December 3rd, 2010. Sidang skripsi yang menjadi ujung tombak saya berjuang di bangku perkuliahan akhirnya terjadi juga. Perasaan yang berkumpul di dada pada waktu itu tidak dapat dideskripsikan dengan mudah. Tegang, semangat, muak, bahagia, luar biasa semuanya berkecamuk dan tidak bisa henti juga walaupun mata saya terpejam istirahat. Campur aduk bagai es campur yang menyegarkan dahaga sekaligus tajam menusuk dengan dinginnya, bertarung dalam organ perasa saya. Hari itu berlalu dengan hasil maksimal! Sekali lagi ada perasaan yang tidak mampu terwujud kecuali lewat senyuman yang terus tersungging di bibir saya. Keringat dan letih batin saya terbayar hari itu juga, saya berhak tertawa, saya berhak tersenyum bangga dan bahagia. Nikmat sekali rasanya! Nikmat yang sudah lama saya nanti. Saya bel...

Alur

Sulit sekali rasanya menerima diri saya berada dalam fase ini, fase penuh dengan keyakinan. Melalui pengalaman yang berbeda, saya mampu berpikir dan merenung bahwa selama ini saya cenderung membebasnilaikan segala sesuatu dan membuat hal-hal yang berkenaan dengan 'keyakinan' menjadi begitu relatif. Bukan berada pada fase yang menolak kebenaran yang majemuk, tapi saya sedang berada di titik  menemukan satu pegangan secara tiba-tiba, kilat. Proses berpikir ternyata tidak cukup menjawab ini semua, sama halnya dengan euphoria atau kegirangan semata dalam sebuah masa. Bukan itu. Saya sedang bercerita tentang sebuah titik di depan mata yang telah menanamkan satu rasa percaya dalam tataran detik ini. Selama ini saya menganggap bahwa tidak ada sebuah kepastian yang bisa menjamin diri saya mempertahankan nilai tersebut, tapi kali ini motivasi yang lahir dan tumbuh dalam jiwa saya begitu bergejolak. Bagus sekali untuk kehidupan saya kini, yaitu betapa motivasi ini mendorong saya terlalu...

Krisis: Puisi Oleh Toto Kuntjoro

Ini salah satu puisi karya ayah saya. Beliau mengirimkan kepada saya dan menjadi naskah favorit saya. Ditulis di Rawamangun, 1 mei 1967. *Btw, ya, tidak pernah saya mengetahui sisi satu ini dari beliau, terutama pada masa mudanya* mana itu hujan badai deras menerjang mana itu bukit cadas keras menghalang mana itu jurang sungai lebar melintang lihat ini kakiku tegar mencakar lhat ini kepalku keras membatu lihat ini pandangku tajam bersinar lihat ini hatiku bulat jangan kautunggu bujuk dan rayu jangan kaudamba elus halus melembut rasakan ini dadaku tegap hatiku tetap niatku bulat dengar ini kata hatiku dengar ini lengking batinku dengar kataku lantang tembus segala rintang aku mencintaimu, sepenuh hatiku habis perkara Rawamangun, 1 Mei 1967

Feminine Quote from Anaïs Nin

1 Oktober 2009 A Spain-Cuban-French author, to be exact, who was famous because of her journals. She was also a female erotica writer, who were rarely be found at that period of time (early 1900). When I read these words, I know that these words have been in women's mind for centuries, for eras, and for lifetime. Because these sentences are all about us, the wildest way to say yet the covert wish in every woman's prayer: "I do not want to be the leader. I refuse to be the leader. I want to live darkly and richly in my femaleness. I want a man lying over me, always over me. His will, his pleasure, his desire, his life, his work, his sexuality the touchstone, the command, my pivot. I don’t mind working, holding my ground intellectually, artistically; but as a woman, oh, God, as a woman I want to be dominated. I don’t mind being told to stand on my own feet, not to cling, be all that I am capable of doing, but I am going to be pursued, fucked, possessed by t...

umpatumpatlebihdaripangkatempat

Jakarta, 14 Juli 2009   Tipu kata tipu makna. Bukan salah saya jika makna berbeda. Bukan salah orang jika makna lebih dari dua. Tipu kata tipu makna. Jangan paksa untuk pahami mata Karena manusia hanya mengerti kata Tipu kata tipu makna. Maaf jika tidak semua bisa telepati Maaf jika saya bukan titi teliti Tipu kata tipu makna. Murka ditalang malam Murka dituang diam Tipu kata tipu makna. Jangan harap rekat dari retak Jangan harap dekat dari detak Tipu kata tipu makna. Karena pecah adalah belah Karena resah adalah celah Tipu kata tipu makna. Jangan umbar Atau buyar TAMAT KESUMAT

Bermain Puisi di Siang Berisi

Jakarta, 22 Juni 2009 Entah bagaimana jadinya puisi ini. Romantis atau apa... Ini adalah hasil melamun di sini, siang-siang yang membuat saya berpikir "Shit, kangen bikin puisi.." Dan voila! Kubikel Untuk kamu, Karena kamu adalah pencipta debar, Hingga yang kudengar hanya hingar dan bingar, Untuk kamu, Karena kamu detak ini terjaga, Hingga yang kurasa kini bukan lagi sang raga, Untuk kamu, Karena kamu adalah lembayung langit, Pertanda senja yang sengit jua sempit, Ingatkan malam akan segera memingit, Dan aku harus menyibak tirai Untuk ikhlas menanti malam Lepaskan senja tak tergapai Dan tak mampu lukis langit kelam Karena aku pelukismu, Lembayung senandung sendu, Karena kamu kanvasku, Debar rasa tak terpaku Karena aku pelukismu, Bukan malam karena ia mengadu Bukan pagi karena ia menuju Tapi, kamu Sang satu Yang merutuk Tanpa pernah mengetuk Tak indahkan pelatuk Langsung merasuk! *....semoga tidak pakai susuk

Detik Ini Kuasa Saya

Jakarta, 2berapalupa Mei 09   Untuk detik ini Lihat saja, Saya tidak akan merangkum Saya tidak akan mengindahkan "Semua indah pada waktunya" Tapi untuk saat ini, Inilah yang paling melegakan, Hingga asap bisa terburai menjadi air Hingga api membuncah tinggi ke angkasa Bahwa karma itu tipu Untuk detik ini Semua yang tertanam Saya nantikan agar tertuai Oh, sungguh kamu ingin menghakimi saya sebagai si congkak karena perhitungan? karena mengharapkan sesuatu di balik kesabaran? Oh, sungguh? Kamu pikir siapa kamu? Kamu cuma pembaca! Camkan itu. Dan camkan ini pula, Bahwa saya memang ingin dibayar telak! Tepat pada dada untuk merasa lega! Harus lagi diurai kata sabar itu? Itu hanya penghiburan hampa Tiada rupa Hingga lupa Pernah berujar apa Pada siapa Ternyata Hampa.. Sungguh saya tidak percaya karma detik ini!

Serenade

Bandung, 11 Maret 2009 Dan ketika malam menyelimutimu dengan kehangatan, Penuh harapan akan raga memeluk mentari esok pagi, serta asa meresap hangatnya pagi, Tak ada kata sendu untuk mentari, ia tak mengenal redup. Dan ketika kau kecewa akan ia kala esok, Jangan mencacinya, janganlah jiwamu lirih membencinya akan perih, Jangan memaksanya di atasmu saat ini, ia selalu ada mengawasimu, Maka, senyumlah, di balik awan kelabu itu, kau tahu ia menyinarimu, kau tahu itu. Dan ketika saat ini kau berpeluh menantinya, Mungkin kau merintih, mungkin kau menangis lara, kau tak bisa lawan itu, Tanah ini basah, bumi mendung dan luapan awan di atas sana hanya membuatmu murung, Kau memang harus menangis hari ini. Tunggulah saatnya, embun menitik di pagimu, Secercah hijau akan kesegaran alam ini menyambutmu, riang, sayang. Tidak, kau tidak butuh sirkus raya untuk menandai hari ini adalah saatnya berpesta-pora, Tidak, kau hanya membutuhkan mentari itu berjingkat perlahan menemanimu...

Have I Seen Me

And if I do close these eyes for a night, Guarantee me it won't be another nightmare Those nightmares which frightened a soul Those nightmares which make me see dead bodies Dead bodies had just found and be dumped Just as I wish not to see tonight

Pintaku

Jadilah seorang laki-laki sejati, be a man that could make me feel as a woman. Buatlah aku tak sanggup melawan perkataanmu hanya karena intonasi suaramu yang lembut namun membuatku segan, buatlah dirimu terlihat sungguh percaya diri hingga aku hanya ingin memeluk lenganmu untuk merasa nyaman, buatlah aku memercayai dirimu untuk menentukan pilihan hanya dari keputusan-keputusan kecil yang sering kau utarakan.  Ubahlah pandanganku tentang kaummu dari mengenalmu seorang. Jika selama ini aku banyak meminta dari seorang laki-laki, maka aku ingin permintaan-permintaan itu lenyap karena dirimu. Segala yang kau lakukan sebagai laki-laki haruslah mampu membunuh kriteria-kriteria yang ada di pikiranku mengenai lelaki, membunuh segala yang bisa kujadikan kekurangan dirimu. Buatlah dirimu tidak kekurangan secara berlebih dengan cara menjadi laki-laki seutuhnya, sepenuhnya, untukku. Kuasailah aku tanpa ragu, kuasai aku dengan mengenali aku seutuhnya. Kuasailah aku dengan misterimu, karena p...

Perokok Itu Egois

Ia menggeser asbak di tengah meja mendekat pada diriku, tepat saat aku membakar ujung batang rokok pertama di pertemuan kami ini. Satu hirup pembuka yang aku hembuskan lagi setelahnya mengantarku pada pertanyaan, “Sudah positif berhenti?” tanyaku. Ia tersenyum lalu mengangguk perlahan, “Semoga,” jawabnya singkat. “Sudah berapa lama?” lanjut aku bertanya. Ia berpikir, mengingat, sambil memilin rambut ikal sebahunya, “Kira-kira tiga bulan,” katanya. Aku mengangguk, “Hmmm..” ujarku lalu menghisap kembali batang rokok.

Sederhana

Image
Aku menghitung titik-titik yang menyala di depanku. Kucoba hitung berapa luasnya, namun tak bisa juga walau mengira-ngira. Mereka jauh sekali, titik-titik itu, namun pendaran cahayanya mengedip hingga ke tempat aku berada ini. Sesekali kucoba kaburkan pandangan, hilangkan fokus dari kedua mataku hingga kudapati titik-titik itu berubah menjadi segi lima atau segi enam yang beririsan satu sama lain dalam warna yang beragam. Indah, seperti gambar-gambar cahaya malam yang sungguh aku sukai.  Tidak ada yang berkuasa malam ini, bahkan aku sekalipun. Walaupun aku sendiri di atas balkon, berada lebih tinggi dari titik-titik cahaya di pulau ini, aku tetap tidak berkuasa. Cahaya-cahaya itu jauh letaknya dan aku tidak tahu apa mereka, siapa yang menyalakan mereka, mengapa warna mereka berbeda. Namun, pada satu titik aku ingin tahu dan mengaburkan fokus pandanganku agar aku merasakan mereka lebih dekat. Warna-warna cahaya menjadi transparan dan menyatu dengan hitam langit malam, iris...

Aktif dan Pasif

Image
Tiba-tiba terpikir menulis dengan judul di atas bukan karena saya sedang mengerjakan penelitian berbasis analisis wacana kritis, tapi memang sedikit banyak terpengaruh dari perspektif yang ada di dalamnya tentang bagaimana memaknai kalimat. Kali ini mengenai hal sederhana yang sebenarnya berefek besar dalam kehidupan sehari-hari.

And So It Tells

, You're always stand out alone, You're always count yourself in, alone, Even when you're with company, You grow the feeling to be not alone within yourself, It's you who think that you're not alone. You may cry out loud for company, Looking at your left and your right to earn some symphaties, But, it's you.  Who always fear of being alone. You think it will be insecure, to be alone, That it's safer when you're with company, Then, again, it's you who think that companion brings secure to life. You're insecure, indeed. I'm insecure, indeed. When trouble seems not fair, While solutions is never about to be fair to both sides, Well, it's you, who fear too much, And again, it's you, who's haunted by self. Okay, it's all me. Who feel sad of losing companion, Who feel sad of embracing insecureness, Who feel terrible for not be able to lose other, Who feel safe when I know there's still companies forward, Who feel lost when ...

Dunia yang Dingin

Tidak hanya satu atau dua, tapi seketika, tiap sisi dinding yang membuat ruangan ini hangat, kini luruh. Luruh bersama udara, angin, yang mengikis, dan air yang meresap meruntuhkan. Ruangan yang pernah hangat harus terima kebebasan udara dan partikel berlalu-lalang mengitari, atau melintasinya. Suka-suka! Lha, wong dinding yang mengesahkan batas kepemilikan antar ruang sudah tidak ada, Sekat pencipta aturan tak kasat mata telah bebas melebur dan wuusss ! Lenyap. Aku pikir merdeka itu nikmat, jadi aku ijinkan saja si dinding-dinding runtuh tanpa kucoba bangun kembali. Mungkin--pikirku--dengan kemerdekaan sekat antara satu ruang dengan ruang yang lain, akan turut memerdekakan jiwa-jiwa di dalamnya, hingga kami bisa berdansa dalam satu ruang tak bersekat. Berarti, kami sama kedudukannya sebagai 'mantan empunya ruang bersekat'. Ternyata, malam tidak membawa apa-apa. Aku memang merdeka dari batas, mereka juga euphoria dengan lapang baru yang membuat rongga nafas lebih luas. Ka...

Selamat Zaman Edan

Beberapa bulan yang lalu, saya mengumandangkan kalimat ini berulang-ulang dalam hati saya, "There's no such thing as safest place in the world," Tidak ada namanya 'aman' di dunia ini, setidaknya demikian rasa yang menggaung dalam diri saya. Pemikiran tersebut muncul dari menginderakan apa yang terlihat, terbaca, terasa, terjadi di sekitar saya dan skalanya juga tidak melulu hal-hal besar seperti perampokan dan lain-lain.

Enigma

Everything I see is real, from every sides I stare and think, I always end up at one side: asking. There's a time where people ask too much about their own senses in interpreting meaning of life, they would end up biting their own mind, hoping that thinking would give answers for all the questions. At one part of our existence, human weren't created to find all the meaning through saying, at most part of our existence, human find what they're trying to conclude by experience, whereas word sometimes can't describe it all. Because words, sentences, saying, all the thinkings we try to define through language, are discursive. Yes, it is a trouble, while we can't live and survive without communicating by language. So this is it, where it's a trouble for me, too much asking within my self and so far, I only can assume an predict some probabilities. The saddest point of thinking is we (I) intend to give hope within, and that's what keeps us stronger/survive wit...

Lirik

“Tak akan pernah usai cintaku padamu,” Senandung lirik dalam simfoni indah milik Dewa19 mengalun menemani perjalananku malam ini. Tidak pernah habis aku mengagumi kedahsyatan personil band Indonesia era 90-an ini dalam meramu kata-kata menjadi lirik yang mampu mewakili eksistensi rasa abstrak tiap manusia perasa. Lagu Kirana masih terus terdengar dari music player di mobilku, lagu rasaku termangu dalam tiap liriknya yang membuatku kaku. Satu penggal lirik itu begitu sederhana dan berlalu begitu saja kala tiap orang mendengarkan lagu ini, kataku dalam hati. Tapi, lanjutku membatin, pernahkah terlintas dalam benakmu betapa beraninya baris tersebut? Sudah hampir separuh usia aku mendengarkan lagu ini, namun baru sekali aku benar-benar menghayati kalimat ini. Apa yang ada di benak seorang manusia ketika ia mampu mengucap ‘tak akan pernah usai cintaku padamu’ ? Seperti hujan yang tidak akan pernah usai membasahi bumi, seperti matahari yang tak pernah berhenti menyinari jagat r...

Cinta: Kebinasaan Karena Cinta

PRAAAANNNGGGG!!!.... Vas porselen cokelat penghias meja makan bundar itu hancur berkeping-keping di lantai. Serangkai bunga melati tergolek pasrah tak jauh dari serpihan vas yang amburadul bagai bongkahan puzzle yang tak jadi, masing-masing kuntum terpisah tak beraturan, mereka terbaring paksa dengan kejam. BBUUUKKKK!!.... Genderang redam satu kepal tangan meninju dinding bercat kuning pucat. Suaranya menjalar ke seluruh penjuru ruangan, sisi-sisi dinding menggaungkan gemuruh yang tak nyaring namun kisruh. Bohlam kuning 8 watt yang tergantung di langit-langit pojok bergoyang, kabel yang memisahkan bohlam lampu dengan langit-langit berjarak 20 cm itu mengayunkan sang bohlam ke segala arah. Kencang, begitu kencang hingga ngeri membayangkan bohlam itu membentur sisi dinding dan pecah, hingga ayunannya memelan, menelan segala kekuatiran yang sama sekali tak terbayang dalam benak segala yang hidup dan segala yang mati di sana.

L'APPARTEMANT (Avara Kyna)

Image
--> Tepat 10 hari sejak terakhir aku  berjalan di lorong lantai ini, menatap satu per satu lampu tempel berwarna kuning di kanan-kiri dinding. Pergi walau mereka bilang liburan tapi ada yang meronta untuk selalu kembali ke kamar di sini, di gedung ini, terlebih saat kini aku memutar kenop pintu, ada perasaan rindu yang tiba-tiba membuncah. Justru pada detik aku telah kembali dan menghadapi pintu berkaca kuning dan hijau di depanku ini, rasa rindu itu semakin menjadi-jadi seolah aku sudah lima tahun tidak pernah kembali. Sebelumnya kulirik keadaan kanan-kiri, semua pintu tertutup rapat dan hanya satu ruangan yang memancarkan cahaya lampu dari dalam. Pukul sebelas malam, kulirik arloji di tangan kiri, mungkin mereka semua sudah menyiapkan kenyamanan di peraduan masing-masing di waktu selarut ini. Ah, sudahlah, masih ada esok dan esok esok serta keesokannya lagi untuk bertegur sapa dengan lima penghuni kamar di lantai ini.

Tidung: The Weekender's Beach

Image
Warna air laut di depan saya semakin memuda, biru tua yang telah menjadi pemandangan saya selama tiga jam tadi digantikan oleh hijau bening yang menyegarkan mata. Keheningan di kapal kayu berkapasitas 100 orang ini  berubah ramai, mereka yang tadinya terlelap jenuh kini telah sadar kembali dan mengisi kapal dengan celetukan-celetukan atau obrolan antusias karena akan segera sampai di Pulau Tidung. Berisik mesin kapal berganti suara riak air yang mengombang-ambingkan kapal  tumpangan kami untuk segera bersandar di dermaga. Saya tengok penunjuk waktu di tangan saya, hampir pukul 10.00, hari masih begitu muda untuk menikmati akhir pekan di Pulau Tidung.

Pintu Keluar

Adakah pintu keluar dari kepuasan hidup? Pertanyaan itu mungkin kerap menghantui pertarungan batin seluruh manusia. Aku pun demikian, cenderung bertanya pada alam pikiranku sendiri, adakah kesempatan bagi satu individu merasakan titik klimaks dari kepuasan?

Mari Saja

Image
--> Tak perlu takut, malam semakin memekat, pun memikat. Sepertinya matamu resah di tengah keremangan cahaya yang ditembak bergantian oleh lampur sorot berwarna-warni. Ruangan ini tak lengang, pun tak sempit, namun matamu seolah tertarik oleh benang bening yang tak tampak.

Mati

Palsu Palsu Palsu Palsu Semu Semu Semu Semu Mati Mati Mati Mati Rasa bisa jadi apa saja, menuruti kehendak kata yang terucap. Tapi kata tak bisa jadi rasa yang mana saja, mungkin ia tak terucap, tak sanggup terucap. Griya Kania Kaliurang, Yogyakarta, 4 Mei 2010

Aku dan Tuanku

Aku adalah wujud eksistensi tuanku. Biasanya mereka menganggapku biasa saja, ya, wajar mengendap dan menimpa masing-masing dari mereka. Biasanya pula mereka mampu menerka kapan aku akan hinggap, lalu memaksa mereka untuk sadar bahwa ada yang terjadi secara fisik.

Takar yang Tak Tertakar

Aku setuju jika ada yang pernah berujar bahwa cinta tak memiliki takaran pasti. Setiap orang akan berkata beda jika ditanya tentang cinta, atau sama sekali tidak bisa menjawab. Cinta membuat semua orang menjadi subyektif dan segala paparan mengenainya adalah sah, tidak ada yang haram.

Senja

Image
Perlahan, sinar merah yang daritadi kami tunggu muncul juga. Tampak gemulai, ia menyongsong awan sore lalu memeluknya hingga awan bercampur dengan kelembutan warnanya, merah jambu yang sungguh feminin. Seolah sedang menggelayut padanya, awan perlahan meluber, tak lagi bergumpal-gumpal seperti ia kala siang, kini manjanya terpenuhi oleh sang merah jambu, mungkin ibunya yang mengingatkan sebentar lagi ia harus tidur karena mentari tak lagi menyinarinya.

Tiap Detik

Segaris pantai di sana kembali terbayang. Segaris bibirmu tergambar dalam bayangan semu akan harapan yang tak pernah nyata. Segaris angan tak pasti kembali meresahkan akan kenyataan pada masa sekarang, dan membunuh tiga garis yang telah aku rekam. Sekian jarak yang memisahkan ternyata tak kunjung melenyapkan rasa rindu, walau mungkin terlalu sering takut mewarnai merah percikan api. Semakin lama, semakin membara.

Tangisan di Sabtu Pagi

Image
Sayup-sayup aku terbangun, bukan karena jeritan alarm atau ketukan pintu. Bukan pula karena berisik dering telepon dari entah siapa. Aku dibangunkan oleh tangisan itu.

the wind beyond her fidgetiness: a monologue of Sekar #4

The  Suffocation Jendela itu persegi empat, memanjang di sisi kamarnya dan menjadi sisi terfavoritnya menghabiskan waktu. Ia leluasa menatap dunia luar melalui jendela itu, walau tak banyak yang terjadi, seperti kendaraan yang kadang melintas, dan rumah-rumah di seberang pun tidak berubah ujud saat hari berganti, namun ia puas karena mampu melihat langit dan ruang udara di luar. Baginya, rutinitas tak banyak tenaga itu mampu membuat ruang kamarnya terlihat lebih luas dan lega. Siang itu cuaca terjadi sebagaimana musim berbicara, hujan, dan membuat ruang udara di luar terlihat kabur oleh rintikan hujan dan menjadikan langit abu. Nafas Sekar memelan, pandangannya mulai tak fokus. Angin dingin melipir menyusupi tiap celah ventilasi dan membuatnya terninabobokan perlahan. Matanya meredup, sisa kesadaran yang ia miliki justru membuainya semakin menghayati kantuk yang ternikmat di tengah siang seperti itu. Entah berapa lama ia mampu menahan katup matanya untuk terus terbuka, pe...

the wind beyond her fidgetiness: a monologue of Sekar #3

The First Sun Siang ini udara begitu bersahabat, walaupun ramalan cuaca di bulan-bulan belakangan selalu menunjukkan cuaca yang buruk, namun tampaknya alam ingin menghibur seluruh umat manusia hanya untuk hari ini. Lihat saja, langit biru cerah dengan semburat awan yang membentuk bantalan putih bak kapas yang tampak empuk untuk ditiduri. Matahari tidak kalah riang dengan senyumannya yang telah lama tidak nampak tersungging begitu jujur di atas sana. Saat ini, lihat saja, ia memamerkan sinar-sinar keemasan yang menyilaukan mata dan menghadirkan semburat garis cahaya hingga ujung telapak kaki Sekar. Hari ini tampak begitu selaras dengan apa yang Sekar rasakan. Entah mengapa, Sekar merasa begitu bersemangat untuk bertualang di seputar kota untuk hari ini. Sejak pagi, ia mengamati keadaan kota, ia merasakan gejolak untuk bercinta dengan hari yang cerah ini. Tidak ada awan mendung, tidak ada dedaunan coklat kusam yang berterbangan di sekitarnya, dan yang terpenting: tidak ada wajah ...

the wind beyond her fidgetiness: a monologue of Sekar #2

The Anxiety Tidak seharusnya aku banyak bertanya. Aku terlalu cemas dan resah akan kehadiran dia, sebagaimana aku resah kala angin enggan menghampiri untuk satu hari. Dunia ini sudah semakin tidak mesra, manusia semakin tidak tenggang rasa dan tidak akan segan untuk menyikut hati nurani siapa saja yang menghalangi mereka mendapatkan kebahagiaan. Aku termenung, tidak banyak melakukan gerak hirauan atas kerlipan sinar mentari yang tersisip di antara dedaunan pohon itu. Aku memandang sekeliling, hampa sekali. Jika saja aku diberikan ijin, aku ingin hidup di beberapa abad yang telah lewat dan berharap masih bisa menemukan harmonisasi. Harmonisasi yang adalah klimaks kedamaian kehidupan, yang tidak mungkin dapat diraih oleh dunia kini. Aku ingin menikmati setiap keindahan yang terjadi di dunia ini lalu memengaruhi siapa saja menjaga harmoni itu agar dunia tidak berubah menjadi seperti sekarang. Aku semakin terpuruk dengan harus terus berkompromi atas perasaanku. Tidak ad...